Menjadi Jomblo dan (Mencoba) Bangga
![]() |
Reafon Gates |
Penulis: Sayidah Chovivah
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - Tidak pernah berpacaran di umur yang sekian dan hidup di zaman sekarang sekilas membuat saya memiliki perasaan cupu. Bagaimana tidak, lingkungan mulai dari kakak kelas, teman sebaya sampai adik kelas, sudah gondang-gandengan tangan kemana-mana atau minimal punya gebetan.
Cangkeman.net - Tidak pernah berpacaran di umur yang sekian dan hidup di zaman sekarang sekilas membuat saya memiliki perasaan cupu. Bagaimana tidak, lingkungan mulai dari kakak kelas, teman sebaya sampai adik kelas, sudah gondang-gandengan tangan kemana-mana atau minimal punya gebetan.
Lalu, apakah saya tidak berpacaran karena larangan agama? Ah itu alasan template, tapi memang ada betulnya juga. Meski begitu saya juga bukan anti lawan jenis atau terus mengharam-haramkan orang sekeliling saya yang berpacaran, sebab saya tahu, tanpa ku beri tahu mereka sudah tahu.
Sebenarnya pacaran atau tidak adalah sebuah pilihan hidup. Dan tidak berpacaran bagi saya adalah perkara menyederhanakan hidup. Selain karena merasa potongan seperti saya membuat saya sering berujar "Ah, bukan aku itu!" Juga banyak hal lain yang turut mendukung keputusan ini-yang kalau dihitung-hitung lebih banyak tidak tertariknya daripada tertariknya untuk pacaran. Uhh 'mbel' nonton drakor saja jadi pengen punya pacar biar ada yang nge-'puk-puk' kalau pas lagi capek-capeknya. Iya juga sih, tapi kalau ingat konsekuensinya tidak siiiapp. Payahnya dengan sedikit lalai-tanpa banyak disadari-sebenarnya ini juga masalah. Masalah karena alasannya tidak mau ribet melewati kesepakatan dari diskusi panjang. Masalah karena kata orang, cinta baik untuk memperluas khasanah batin, sedangkan batin ini tidak suka berdebat, malas berhadapan dengan konflik yang notabenenya masalah ini ada karena keputusan kita sendiri mau berpacaran dan pacaran bukan hal yang butuh-butuh amat. Masalah karena esok hidup sesungguhnya setelah menikah didominasi dengan masalah-masalah kecil yang mudah memunculkan debat dan minta segera diselesaikan. Masalah karena dasarnya sudah cenderung individualis tidak punya love relationship lagi. Seakan-akan pacaran hanya berisikan 1% bahagia, 99% keribetan- yang padahal bisa dibilang pacaran adalah miniatur pernikahan. Ya sudah,mau gimana,"Cah e angel".
Merasa kesepian itu wajar tapi merasa bebas itu keharusan,begitu kira-kira slogan saya. Menyadari kebebasan yang tahu batas adalah suatu kebutuhan, maka tidak berpacaran ini bentuk dari menyayangi diri. Mengingat, belajar bilang "tidak" saja masih tertatih, apalagi kalau sudah sungkan sama orang dekat-pacar. Wong batas-batas norma untuk perempuan sendiri saja kadang masih protes kok mau berpacaran,mau merasa bebas dari mana?
Mengerti berkekurangan dalam berhubungan sesama manusia dan belum baik terhadap dirinya sendiri membuat keputusan tidak berpacaran adalah bentuk dari pertanggungjawaban atas hidup kita sekarang hingga nanti. Bentuk kesadaran kita tentang pentingnya suatu hubungan dibangun dengan penuh pertanggungjawaban. Bahwa ketika sudah saatnya nanti,kita tahu kasih sayang dan keribetan itu nyata adanya lalu melangkah dengan mantap untuk menjalani bersama-sama dengan pasangannya nanti. Kita sekarang tidak hidup sembarangan dengan membawa korban lain (pacar) atas hidup kita yang masih berantakan. Selain menahan nafsu kita juga sedang membuat kebaikan dan perbaikan hingga akhirnya tiba waktu untuk menikah. Iya, ini hanya perihal ketakutan, tapi nyatanya ketakutan dan ketidaksempurnaan membawa kita pada persiapan yang lebih baik. Saya jadi perhatian pada diri saya utamanya perkara relationship, saya jadi memandangnya dengan cukup detail dan melangkah dengan penuh pertimbangan. Ya,saya single dan saya bebas. Saya pun akan tetap berdaya ketika sudah menikah nanti. Yakini saja, wong sudah dilatih sejak dini untuk selalu berdaya kok.
Kemudian pertanyaan seperti,"Memang yakin hidup single itu mudah?" Ya tentu tidak to yo Kang. Namanya juga hidup, bisa di bawah, di atas, di tengah-tengah juga bisa. Cumankan manusia yang penyayang dan suka disayang ini benar-benar tidak ingin menyiksa hati dengan memberikan kebahagiaan yang sesaat, lalu menyakitinya dengan jahat. Jujur saja saya tidak tega, membuat peluang sekecil apapun untuk membuat hati kami saling tersakiti dan ada sesuatu yang tidak bisa diperbaiki. Hati saya tidak tega,dan pikiran saya sama kuatnya.
Sebenarnya pacaran atau tidak adalah sebuah pilihan hidup. Dan tidak berpacaran bagi saya adalah perkara menyederhanakan hidup. Selain karena merasa potongan seperti saya membuat saya sering berujar "Ah, bukan aku itu!" Juga banyak hal lain yang turut mendukung keputusan ini-yang kalau dihitung-hitung lebih banyak tidak tertariknya daripada tertariknya untuk pacaran. Uhh 'mbel' nonton drakor saja jadi pengen punya pacar biar ada yang nge-'puk-puk' kalau pas lagi capek-capeknya. Iya juga sih, tapi kalau ingat konsekuensinya tidak siiiapp. Payahnya dengan sedikit lalai-tanpa banyak disadari-sebenarnya ini juga masalah. Masalah karena alasannya tidak mau ribet melewati kesepakatan dari diskusi panjang. Masalah karena kata orang, cinta baik untuk memperluas khasanah batin, sedangkan batin ini tidak suka berdebat, malas berhadapan dengan konflik yang notabenenya masalah ini ada karena keputusan kita sendiri mau berpacaran dan pacaran bukan hal yang butuh-butuh amat. Masalah karena esok hidup sesungguhnya setelah menikah didominasi dengan masalah-masalah kecil yang mudah memunculkan debat dan minta segera diselesaikan. Masalah karena dasarnya sudah cenderung individualis tidak punya love relationship lagi. Seakan-akan pacaran hanya berisikan 1% bahagia, 99% keribetan- yang padahal bisa dibilang pacaran adalah miniatur pernikahan. Ya sudah,mau gimana,"Cah e angel".
Merasa kesepian itu wajar tapi merasa bebas itu keharusan,begitu kira-kira slogan saya. Menyadari kebebasan yang tahu batas adalah suatu kebutuhan, maka tidak berpacaran ini bentuk dari menyayangi diri. Mengingat, belajar bilang "tidak" saja masih tertatih, apalagi kalau sudah sungkan sama orang dekat-pacar. Wong batas-batas norma untuk perempuan sendiri saja kadang masih protes kok mau berpacaran,mau merasa bebas dari mana?
Mengerti berkekurangan dalam berhubungan sesama manusia dan belum baik terhadap dirinya sendiri membuat keputusan tidak berpacaran adalah bentuk dari pertanggungjawaban atas hidup kita sekarang hingga nanti. Bentuk kesadaran kita tentang pentingnya suatu hubungan dibangun dengan penuh pertanggungjawaban. Bahwa ketika sudah saatnya nanti,kita tahu kasih sayang dan keribetan itu nyata adanya lalu melangkah dengan mantap untuk menjalani bersama-sama dengan pasangannya nanti. Kita sekarang tidak hidup sembarangan dengan membawa korban lain (pacar) atas hidup kita yang masih berantakan. Selain menahan nafsu kita juga sedang membuat kebaikan dan perbaikan hingga akhirnya tiba waktu untuk menikah. Iya, ini hanya perihal ketakutan, tapi nyatanya ketakutan dan ketidaksempurnaan membawa kita pada persiapan yang lebih baik. Saya jadi perhatian pada diri saya utamanya perkara relationship, saya jadi memandangnya dengan cukup detail dan melangkah dengan penuh pertimbangan. Ya,saya single dan saya bebas. Saya pun akan tetap berdaya ketika sudah menikah nanti. Yakini saja, wong sudah dilatih sejak dini untuk selalu berdaya kok.
Kemudian pertanyaan seperti,"Memang yakin hidup single itu mudah?" Ya tentu tidak to yo Kang. Namanya juga hidup, bisa di bawah, di atas, di tengah-tengah juga bisa. Cumankan manusia yang penyayang dan suka disayang ini benar-benar tidak ingin menyiksa hati dengan memberikan kebahagiaan yang sesaat, lalu menyakitinya dengan jahat. Jujur saja saya tidak tega, membuat peluang sekecil apapun untuk membuat hati kami saling tersakiti dan ada sesuatu yang tidak bisa diperbaiki. Hati saya tidak tega,dan pikiran saya sama kuatnya.
Biarlah mereka yang memenuhi sejarah abad ini dengan kisah cintanya di masa muda, lalu biarlah saya dan yang mau-mau saja mengukir sejarah dengan tema lain cerita. Toh saya tidak berniat membuat lagu cinta. Sekali lagi ini hanya pilihan, yang saya rasa, seorang single sah-sah saja mengungkapkan ke-singlean-nya-yang tampak kalian anggap ngenes itu. Itu normal, sangat normal. Ini hanya soal tes keimanan, bagaimana para pemuda meyakini dirinya sendiri akan dapat pasangan tanpa harus pacaran di tengah masyarakat yang menganggap status single dianggap suatu keanehan. Bagaimana pemuda layaknya ingat, bahwa kalau sudah jodoh, ketemunya semudah bertemu di transportasi umum atau bahkan ketemu di nikahan teman sama-sama jadi tamu undangan. Heuheu itu kisah tetangga saya, wkwk.

Posting Komentar