Zuhud: Titik Temu Islam dan Komunis

Geotimes

Penulis:        Nurul Hidayah
Editor:         Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Bukan hal yang mengejutkan jika Islam dan komunis sering kali ditempatkan pada posisi yang bersebrangan. Keduanya sering kali dianggap tidak selaras dalam berbagai hal. Islam sering kali dimaknai sebagai sebuah agama yang memiliki konsep ketuhanan. Semenatara, hari ini, komunis sering kali dianggap sebagai sebuah ideologi yang inti ajarannya adalah menapikan adanya Tuhan. Karena anggapan demikianlah pada akhirnya komunis dan Islamis sering kali ditempatkan pada dua posisi yang sangat bersebrangan. Hingga akhirnya, mencuat sebuah kesimpulan bahwa Islamis dan komunis mustahil untuk dikompromikan.

MENINJAU KEMBALI KOMUNISME
Mudah sekali untuk menemukan literatur yang mendifiniskan komunis. Hal demikian tidak lain disebabkan karena istilah “komunis” sudah sangat dikenal. Penelitian mengenai komunis pun sudah marak dilakukan. Publikasi dari penelitiannya juga sudah tidak sulit untuk diakses. Bahkan, dapat dikatakan sudah lebih dari cukup untuk memahami dasar dari komunis. Namun, kita seringkali tidak bisa mendefiniskannya hingga tuntas. Bukan tidak mampu, tapi tidak mau. Hal demikian dikarenakan doktrin bahwa komunis adalah hal negatif telah tertanam kuat dalam benak masyarakat saat ini.

Berdasar hal di atas itu lah, menjadi penting adanya untuk meninjau kembali arti dari komunis. Bagaimana pun, “Bagi sorang terpelajar, adil sudah harus sejak dalam pikiran.” (Pramudya Ananta Toer, 1980). Secara sederhana, komunis dapat diartikan sebagai sebuah ideologi yang mencita-citakan terciptanya masyarakat tanpa kelas. Dengan kata lain, ideologi ini menginginkan penghapusan kelas-kelas dalam masyarakat. Tujuannya, tidak lain adalah menginginkan terwujudnya sebuah sistem masyarakat yang tidak mendiskriminasikan sebuah kaum atau golongan. Pada intinya, komunis mencita-citakan kehidupan yang sama rasa dan sama rata.

Cita-cita tersebut merupakan respons dari praktik eksploitasi kelas pekerja pada saat ideologi komunis lahir. Singkatnya, pada saat itu, masyarakat terbagi menjadi dua kelas; borjuis dan proletar. Kaum borjuis adalah mereka yang mempunyai modal besar dan mampu membiayai produksi sebuah komoditas. Sedangkan proletar adalah mereka yang tidak mempunyai modal. Sehingga, dengan terpaksa harus bekerja pada pemilik modal. Keterpaksaan tersebut lahir karena watak dasar manusia untuk memertahankan hidup. Sialnya, kaum borjuis seringkali memanfaatkan celah tersebut. Mereka memeras tenaga yang berlebih dari para pekerja. Upah yang diberikan, tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Inilah yang disebut dengan eksploitasi.

Seorang tokoh geram melihat fenomena tersebut. Ia mempunyai gagasan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat dan sistem produksi ini harus dihilangkan. Jika tidak, manusia akan selamanya hidup dalam ketidakadilan. Tidak berhenti di sana, lebih ekstrem lagi, tokoh tersebut menghendaki adanya penghapusan bagi “kepemilikan”. Menurutnya, secara mendasar, manusia tidak pernah mempunyai sebuah hak dengan konsep kepemilikan. Seluruh sumber daya, apapun bentuknya, adalah hak bagi seluruh manusia. Oleh karenanya, setiap orang mempuyai hak yang sama untuk mendapatkan manfaat dari seluruh sumber daya yang ada. Betul, tokoh tersebut adalah Karl Marx.

Jika dipahami dengan seksama, dasar gagasan dari ideologi komunisme adalah sama rata. Semua alat produksi dan segala hasilnya harus bersifat umum. Tujuannya, tidak lain adalah meniadakan penindasan bagi masyarakat proletar. Namun, gagasan ini menjadi terlihat ektrem ketika menginginkan hak kepemilikan ditiadakan. Memang, dasar argumen untuk penghapusan hak kepemilikan ini dapat dipahami. Tidak lebih dan tidak kurang, keinginan Karl Marx adalah membabad habis penyebab ketidak adilan dan eksplioitasi kaum proletar.

SELAYANG PANDANG TENTANG ZUHUD
Secara sederhana, zuhud adalah salah satu sifat terpuji dalam Islam. Zuhud bertautan erat dengan karakter hati. Seseorang dapat dikatakan zuhud apabila ia sudah tidak lagi memiliki ketergantungan pada hal-hal duniawi. Dalam hal ini, harta termasuk di dalamnya. Seseorang yang zuhud tidak akan lagi mengejar dunia mati-matian. Ia meletakan hal-hal yang bersifat duniawi di tanganya bukan di hatinya. Sehingga, jika hartanya hilang, ia tidak akan merasa kehilangan.

Satu hal yang kontradiktif dengan zuhud adalah Hubb Al-Dunya (cinta dunia). Seseorang yang terjangkit dengan sifat ini akan selalu merasa bahwa dia harus memiliki segalanya. Akibatnya, ketika ia kehilangan sesuatu, rasa kehilangan akan dengan cepat merambat di hatinya. Hal-hal duniawi akan sangat mudah menyakiti hatinya. Lebih jauh, sifat ini akan menyebabkan seseorang menjadi susah tenang. Kegelisahan kerap kali menyerang. Tujuannya tidak akan lepas dari hal-hal duniawi dan bersifat materil.

Guna menyeimbangkan kehidupan, sifat zuhud harus selalu dilatih. Hal demikian diperlukan agar hati tidak selalu tertaut pada hal-hal yang bersifat materil. Jika seseorang sudah terbiasa untuk tidak tertaut dan terikat pada hal duniawi, maka tingkat kesakithatian yang diakibatkan dari hal materil tidak akan lagi terlalu tinggi. Hingga nantinya, ketenganan akan dengan mudah didapat. Kegelisahan tidak akan lagi menghantui. Begitu pun dengan kekhawatiran mengenai nasib. Tidak akan terlalu bergejolak.

Kendati demikian, menjadi zuhud bukan berarti menjadi jumud (tidak berkembang). Memiliki sikap zuhud bukan berarti tidak lagi mengusahakan dunia. Dengan kata lain, jangan “bersembunyi” dalam zuhud ketika tidak mau berusaha. Perlu dipahami bahwa menjadi zuhud pun jangan sampai menjadi miskin atau bodoh. Jika mengaku zuhud namun tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka sebuah pertanyaan perlu diajukan. Apakah dia zuhud atau sedang menyembunyikan kemalasannya di balik zuhud.

BELAJAR ZUHUD DARI KONSEP KEPEMILIKAN DALAM KOMUNISME
Telah dipahami bahwa salah satu gagasan yang mendasari komunisme adalah kepemilikan komunal alat produksi. Artinya, tidak ada satu individu pun yang memiliki hak penuh atas sebuah alat produksi atau modal. Dalam komunisme, gagasan ini memang cenderung lebih ekstrem dan terkesan sadis. Bagaimana tidak, semua orang menjadi tidak punya kepemilikan atas apa pun. Jika dilakukan peninjauan lebih jauh, gagasan ini akan memberlakukan hukum rimba pada manusia.

Kendati demikian, menjadi menarik untuk memperbincangkan gagasan ini dengan konsep zuhud dalam Islam. Telah dipahami bahwa konsep zuhud dalam Islam mengharuskan manusia untuk tidak mempunyai perasaan “memiliki” terhadap harta duniawi. Jika ditelusuri lebih lanjut, kita seharusnya mempelajari zuhud dari konsep kepemilikan dalam komnunisme. Dalam komunisme, setiap individu tidak mempunyai hak atas alat produksi. Oleh karenanya, setiap individu tidak akan mempunyai perasaan memiliki atas sebuah komoditi.

Konsep ketiadaan hak kepemilikan bagi individu dalam komunisme dapat menjadi sebuah pelajaran. Bagaimana tidak, ketika seseorang sudah tidak lagi berperasaan memiliki untuk sebuah komoditi, maka ia tidak akan merasa kehilangan atas apa pun. bukankah hal demikian yang digagas oleh komunisme? Bahwa tidak ada satu pun individu yang mempunyai hak kepemilikan atas sebuah komoditi. Artinya, kedua gagasan ini menjadi sedikit beririsan.

Kendati demikian, dua hal itu tetaplah berbeda. Gagasan penafian kepemilikan milik komunisime tidak identik dengan gagasan zuhud dalam Islam. Namun, apa salahnya bagi seorang muslim untuk berlajar sesuatu meski pun dari yang bersebrangan. Bukankah terdapat sebuah pepatah yang berbunyi “Ambillah hikmah meski keluar dari dubur seekor ayam.” Begitulah, banyak hal di dunia ini yang sangat bisa dianmbil hikmah serta pelajarannya. Namun, kita sering menutup diri dari hal-hal tersebut. Akhirnya, kita menjadi peradaban jumud. Lalu, gagasan dalam akal kita kian surut.


Nurul Hidayah
Manusia. Pengen jadi El Profesor kayak di Series La Casa de Papel. Kalo berbaik hati, follow instagram @nurulhidayahrachman. Akun itu bisa di-DM juga kalo ada yang mau disampein. Ciao !!!