Jadi Guru Itu Beramal, Bukan Bekerja


Penulis:        Elsa Sri Rahayu
Editor:          Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Semasa dulu pertama kali melamar sebagai guru, Sang Kepala Sekolah berceloteh begini "Kalau mencari uang, jangan jadi guru dek. Jadi guru niatkan saja untuk beramal." di situ saya diam-diam saja mengangguk-angguk seakan paham tapi tahun tahun berikutnya, kata kata ini berdengung-dengung berkali kali di kepala saya seperti mimpi buruk apalagi setelah menikah dan punya anak, kata-kata ini sudah saya resapi sebagai kenyataan pahit yang harus saya telan bulat-bulat.

Kalau ada yang bilang pasti karena gajinya yang kecil, Heii.. itu benar sekali tapi bukan satu satunya masalah.

Apa saja masalahnya? Coba kita jabarkan di bawah sini. Ini akan panjang jadi silakan ambil cemilan dulu untuk menemani cerita kami yang sedikit, ralat. amat menyedihkan ini. Hiks.

Pertama. Kurikulum yang berganti tiap tahun. Ibarat nya adalah pergantian ketua tiap tahun dengan kebijakan yg berbeda, kemauan yg berbeda, guru honorer yg berada paling dibawah cuman bisa berbelok-belok sering dibuat bingung mau minta bantuan mau ngibarin bendera putih pun tidak kelihatan

Kedua, Dituntut bisa ini itu katanya harus mengikuti perkembangan digital. Tapi, pelatihan dan fasilitasnya apa yang disediakan? Oh tentu, tidak ada. Kalaupun ada disediakan bisa dikatakan jauh dari kata cukup. Lagi-lagi harus mengocek dari dompet sendiri. Gaji yang sudah sedikit makin sedikit sampai nominalnya sudah bikin sakit mata kalau dilihat

Ketiga. Para guru honorer sibuk cari tambahan penghasilan sana-sini entah itu ngajar les private dari rumah ke rumah, bimbel, atau jual ini itu apapun dijajal agar ada uang tambahan masuk biar dapur tetep ngebul.  Soal ngajar bagaimana? Gampang saja, yg penting materi sudah disampaikan, murid dapat nilai, sudah selesai. Toh gaji yang diberikan juga cuman bertahan sampai minggu pertama mau tidak mau ya harus ada pekerjaan tambahan

Keempat. Jika ada murid yang bermasalah, ada guru yang dapat pekerjaan tambahan (lagi) yakni adalah wali kelas. Tugasnya mendidik membimbing siswa yang bermasalah tadi agar kembali ke jalan yang benar, tidak perduli seberapa susahnya seberapa lama seberapa kerasnya usahanya membimbing gajinya tetap sama mungkin ada insetif tambahan tapi janganlah berharap terlalu banyak. Bagaimana dengan apresiasi orang tua murid atau pihak lain? Sekali lagi saya tegaskan janganlah berharap. Sudah lumayan sekali jika ada orangtua yang membawa sedikit bingkisan terima kasih saat pembagian rapor, guru sedikit terhibur hatinya.

Keempat, Yang terakhir masalah yang paling membuat guru-guru nyesek adalah dihapusnya ASN guru. Bisa dibilang pekerjaan ini jadi kontrak tanpa akhir tergantung yayasan sekolah tergantung pemerintah. Memang sepertinya hidup guru sudah takdirnya digantung diombang-ambing oleh keputusan sang atasan.

Makanya saya sendiri seringkali sedih terharu melihat guru yang memiliki berbagai macam keterbatasan masih berusaha sebaik-baiknya dalam hal mendidik anak murid. Kalau saya bisa request pada Tuhan, tolonglah guru-guru seperti ini masuk surga tanpa hisab sama sekali karena hidupnya sudah susah tapi masih mau repot repot mengurusi orang lain. Itu benar benar sesuatu yg patut dihargai, jika bukan di dunia ini maka di akhirat kelak.

Elsa Sri Rahayu
Seorang Guru Honorer biasa yang suka menulis fiksi atau nonfiksi.