Dalam Setiap Perlombaan, Si Ranking Kelas Selalu Dipilih Mewakili Sekolah

Info Lomba

Penulis:            Malik Ibnu Zaman
Editor:              Asri Candra Wanodya

Cangkeman.net - Siapa sih yang tidak ingin meraih ranking kelas di sekolah? Pada umumnya setiap siswa pasti ingin meraih ranking kelas. Begitu juga dengan orang tua, pasti berharap agar anaknya bisa menjadi ranking di kelas, syukur-syukur bisa ranking 1.

Menjadi ranking di kelas tentu banyak keuntungannya, seperti mendapatkan hadiah berupa perlengkapan sekolah ketika pembagian rapot, namanya disebut ketika upacara untuk mendapatkan piagam penghargaan. Selain itu, kalau ada perlombaan pasti dipilih untuk mewakili sekolah. Keuntungan terakhir itulah yang sering bikin siswa tidak ranking kelas kesal.

Kekesalan tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya nggak semua ranking di kelas itu pasti menguasai semua bidang. Misalnya jarang sekali ditemukan ranking 1 yang menonjol dalam ilmu sains, juga menonjol dalam ilmu sosial, dan juga menonjol dalam olahraga. Selanjutnya ada siswa yang biasa-biasa saja di kelas, lemah dalam sains, tetapi ia justru jago dalam menulis cerpen.

Tetapi sayangnya banyak guru yang tidak menyadari hal itu. Jika demikian maka ketika ada perlombaan, pasti ranking di kelas selalu ditunjuk untuk mewakili sekolah.

Saya sendiri termasuk siswa yang pernah mengalami hal itu. Waktu itu saya duduk di kelas 4 sekolah dasar. Saat pelajaran Bahasa Indonesia guru memberi pekerjaan rumah untuk membuat cerpen. Tentu saya sangat senang akan pekerjaan rumah tersebut , karena kebetulan juga saya sedang senang-senangnya membaca cerpen. Singkat cerita dalam satu kelas itu hanya saya yang mengerjakan tugas membuat cerpen, sementara siswa yang lain bingung bagaimana cara membuatnya. Akhirnya pekerjaan rumah membuat cerpen tidak jadi dikumpulkan.

Beberapa hari kemudian teman saya yang ranking 1 dipanggil ke ruang guru, ternyata dia akan mewakili sekolah dalam FLS2N kategori cerpen. Tentu saja saya merasa sangat sedih, tetapi mau bagaimana lagi, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Kemudian teman saya yang ranking 1 itupun tidak berhasil meraih juara pada perlombaan tersebut.

Untungnya saat itu saya tidak menyerah untuk terus membaca, dan belajar menulis. Dalam hati berharap bahwa ketika masuk sekolah menengah pertama nanti bisa ikut lomba menulis cerpen. Kemudian saat kelas 5 semester ganjil ranking 1, saya dipilih untuk mewakili sekolah dalam lomba pidato Bahasa Inggris. Padahal saat itu saya menolak, karena tidak bisa. Tetapi akhirnya tetap ikut karena dipaksa, dan sudah barang tentu tidak juara.

Ternyata kejadian lomba cerpen terulang lagi ketika sekolah menengah pertama. Kejadiannnya saat duduk di bangku kelas 8. Guru Bahasa Indonesia saat itu memberikan pekerjaan rumah untuk membuat cerpen, dan akan dipilih 3 orang dari setiap kelas 8. Saat itu kelas 8 ada 8 kelas. Ia berjanji dari 3 orang setiap kelasnya akan diberikan bimbingan, lalu diseleksi lagi, dan akan dipilih 1 untuk mewakili sekolah dalam lomba cerpen FL2SN.

Seingat saya dari 24 siswa terpilih itu hampir semuanya ranking di kelas. Saat itu saya termasuk yang terpilih dari 3 orang setiap kelasnya, dan saya bukan ranking kelas. Tetapi janji akan diberikan bimbingan tidak kunjung juga datang, saya pun dengan sabar menunggu.

Saat duduk di bangku kelas 8 itu saya sedang senang-senangnya membaca karya sastra terbitan Balai Pustaka. Karena memang buku terbitan Balai Pustaka di perpustakaan sekolah saya banyak. Jadi setiap hari saya berkunjung ke perpustakaan dan disitu saya melihat ada 2 orang sedang serius menulis dalam kertas folio, satu siswi sedang menulis esai, satu siswa sedang menulis cerpen.

Kemudian saya menanyakan kepada mereka sedang apa, mereka menjawab bahwa akan mengikuti lomba FL2SN mewakili sekolah, dan sedang latihan. Menurut info yang saya dengar, siswa tersebut ketika sekolah dasar pernah meraih juara dalam FL2SN juga, ia termasuk ranking kelas juga. Sementara siswi yang mengikuti esai selalu masuk 3 paralel. Dari situ kemudian saya berpikiran bahwa saya sepertinya tidak cocok untuk menulis cerpen.

Pada akhirnya ketika masuk sekolah menengah atas, saya tidak menekuni dunia menulis, dan keinginan untuk menulis itu muncul kembali 5 tahun kemudian. Suatu hal yang sebenarnya saya sesali juga kenapa saat itu saya menyerah.

Saya kira bukan hanya saya saja yang mengalami hal seperti itu, banyak orang di luaran sana mengalami apa yang saya alami. Oleh sebab itu untuk menentukan siapa yang berhak mewakili sekolah dalam perlombaan harus benar-benar diseleksi. Guru juga harus bisa memahami minat dan bakat siswa untuk kemudian diarahkan.

Malik Ibnu Zaman

Penulis lepas. Dapat ditemui di Instagram @malik_ibnu_zaman