Sudahi Saja Menilai Orang dari Sebab yang Tidak Bersahabat
![]() |
Cottonbro Studio |
Penulis: Sokhikhul
Editor: Farijihan Putri
Cangkeman.net - Melihat seseorang duduk di samping jendela depan rumah ditemani secangkir es teh manis yang dibeli dari toko tetangganya memberikan aku stimulus untuk membahas mengenai apa yang dirasakan orang itu. Kalau dilihat secara terang-terangan memang memberikan kesan sedang bahagia dan asik sambil memandangi pemandangan depan rumahnya yang begitu asri karena dipenuhi persawahan warga. Mungkin ia sedang menikmati waktu sore harinya setelah berjam-jam kerja di pabrik semen yang tidak jauh dari rumahnya. Tapi apakah benar seperti itu? Karena bisa jadi ia sedang sedih dan merenung meratapi keadaan yang tidak sedang bersahabat dengan harapannya.
Tiga hari yang lalu saat hendak berkunjung ke rumah teman aku tak sengaja melihat ia berjalan di depanku dengan wajah yang lesu. Aku menyapanya, meskipun belum benar-benar mengenalnya. Ia menjawab sapaanku dengan lambaian tangan kanan yang dihadapkan padaku. Terlihat wajahnya mengkerut seperti menanggung masalah yang begitu pilu.
Aku pun penasaran dan bertanya mengenai orang itu pada temanku. Ternyata dugaanku benar, orang itu sedang ada masalah. Lamaran pekerjaannya baru saja ditolak dari perusahaan perfilman yang diidam-idamkan sejak dulu. Menariknya, ia ditolak bukan karena gagal mengerjakan ujian tes masuk perusahaan, tetapi karena ia lahir dari orang biasa sehingga dianggap tidak cocok bergabung dan bekerja di sana.
Jika alasan ditolaknya karena kompetensi yang dimilikinya kurang bagus, bisa dijadikan evaluasi baginya dengan cara meningkatkan kualitas diri sehingga masih ada harapan untuk diterima di perusahaan itu. Tetapi kalau ditolaknya karena dari segi keturunannya, harapan untuk bisa masuk di perusahaan impiannya itu menjadi musnah. Mana mungkin orang dapat merubah garis keturunannya?
Keturunan merupakan perkara yang tidak dapat diusahakan. Ada yang dilahirkan dari orang kaya, miskin, biasa, ternama, dll. Semua itu yang jelas bukan dari keinginan kita. Seandainya itu merupakan keinginan, pasti tidak bisa diwujudkan. Mereka yang lahir dari orang biasa terkadang dinilai akan menjadi orang biasa juga sama seperti orang tuanya. Padahal proses yang dilakukan berbeda, pengalaman yang didapatkan berbeda, waktu yang dilaluinya juga berbeda.
Lalu bagaimana bisa orang yang memiliki latar belakang berbeda akan membuat karakter yang sama? Memang pepatah mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, tetapi bukan berarti buah jatuh di tempat yang sama dengan pohonnya. Mungkin juga karena pohonnya di pegunungan maka buahnya jatuh dan menggelinding jauh dari pohonnya.
Mereka yang terlahir dari orang biasa bukan berarti ia sudah pasti menjadi orang biasa. Banyak faktor yang mungkin akan mempengaruhi sampai pada titik ia berubah dan menjadi orang yang luar biasa. Mungkin juga sebaliknya.
Jadi, memandang seseorang hanya lewat kulitnya saja akan gampang tergelincir masuk pada lubang kesalahan. Seperti kata filsuf Bacon yang mengkritik metode Aristoteles saat mencari sesuatu yang dianggapnya kebenaran. Bacon mengatakan bahwa metode yang dipakai Aristoteles terlalu gegabah, sehingga tidak jarang kesimpulan yang didapatkannya kurang tepat. Bacon mengatakan, seharusnya ada pendapat yang menegasi pandangan umum agar kita tidak gampang tergelincir pada kesalahan.
Kesimpulan yang diambil dari perusahaan yang menolak orang tersebut (yang aku ceritakan di atas) untuk bekerja merupakan tindakan yang terlalu gegabah. Bukan berarti anak orang biasa tidak bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Seharusnya tidak segampang itu untuk menilai seseorang. Mengingat ada faktor yang mungkin merubahnya, sehingga akan menjadi pekerja profesional di bidangnya.
Tokoh Psikologi Adler mengatakan bahwa sebab akibat itu tidak ada. Menurut Adler, orang yang lahir dari orang biasa yang mengakibatkan orang itu menjadi orang biasa pula, tidak berlaku. Adler menekankan bahwa orang dapat berusaha mewujudkan cita-citanya tanpa terkungkung oleh sebab yang terkadang kurang bersahabat, contohnya dari garis keturunan.
Cangkeman.net - Melihat seseorang duduk di samping jendela depan rumah ditemani secangkir es teh manis yang dibeli dari toko tetangganya memberikan aku stimulus untuk membahas mengenai apa yang dirasakan orang itu. Kalau dilihat secara terang-terangan memang memberikan kesan sedang bahagia dan asik sambil memandangi pemandangan depan rumahnya yang begitu asri karena dipenuhi persawahan warga. Mungkin ia sedang menikmati waktu sore harinya setelah berjam-jam kerja di pabrik semen yang tidak jauh dari rumahnya. Tapi apakah benar seperti itu? Karena bisa jadi ia sedang sedih dan merenung meratapi keadaan yang tidak sedang bersahabat dengan harapannya.
Tiga hari yang lalu saat hendak berkunjung ke rumah teman aku tak sengaja melihat ia berjalan di depanku dengan wajah yang lesu. Aku menyapanya, meskipun belum benar-benar mengenalnya. Ia menjawab sapaanku dengan lambaian tangan kanan yang dihadapkan padaku. Terlihat wajahnya mengkerut seperti menanggung masalah yang begitu pilu.
Aku pun penasaran dan bertanya mengenai orang itu pada temanku. Ternyata dugaanku benar, orang itu sedang ada masalah. Lamaran pekerjaannya baru saja ditolak dari perusahaan perfilman yang diidam-idamkan sejak dulu. Menariknya, ia ditolak bukan karena gagal mengerjakan ujian tes masuk perusahaan, tetapi karena ia lahir dari orang biasa sehingga dianggap tidak cocok bergabung dan bekerja di sana.
Jika alasan ditolaknya karena kompetensi yang dimilikinya kurang bagus, bisa dijadikan evaluasi baginya dengan cara meningkatkan kualitas diri sehingga masih ada harapan untuk diterima di perusahaan itu. Tetapi kalau ditolaknya karena dari segi keturunannya, harapan untuk bisa masuk di perusahaan impiannya itu menjadi musnah. Mana mungkin orang dapat merubah garis keturunannya?
Keturunan merupakan perkara yang tidak dapat diusahakan. Ada yang dilahirkan dari orang kaya, miskin, biasa, ternama, dll. Semua itu yang jelas bukan dari keinginan kita. Seandainya itu merupakan keinginan, pasti tidak bisa diwujudkan. Mereka yang lahir dari orang biasa terkadang dinilai akan menjadi orang biasa juga sama seperti orang tuanya. Padahal proses yang dilakukan berbeda, pengalaman yang didapatkan berbeda, waktu yang dilaluinya juga berbeda.
Lalu bagaimana bisa orang yang memiliki latar belakang berbeda akan membuat karakter yang sama? Memang pepatah mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, tetapi bukan berarti buah jatuh di tempat yang sama dengan pohonnya. Mungkin juga karena pohonnya di pegunungan maka buahnya jatuh dan menggelinding jauh dari pohonnya.
Mereka yang terlahir dari orang biasa bukan berarti ia sudah pasti menjadi orang biasa. Banyak faktor yang mungkin akan mempengaruhi sampai pada titik ia berubah dan menjadi orang yang luar biasa. Mungkin juga sebaliknya.
Jadi, memandang seseorang hanya lewat kulitnya saja akan gampang tergelincir masuk pada lubang kesalahan. Seperti kata filsuf Bacon yang mengkritik metode Aristoteles saat mencari sesuatu yang dianggapnya kebenaran. Bacon mengatakan bahwa metode yang dipakai Aristoteles terlalu gegabah, sehingga tidak jarang kesimpulan yang didapatkannya kurang tepat. Bacon mengatakan, seharusnya ada pendapat yang menegasi pandangan umum agar kita tidak gampang tergelincir pada kesalahan.
Kesimpulan yang diambil dari perusahaan yang menolak orang tersebut (yang aku ceritakan di atas) untuk bekerja merupakan tindakan yang terlalu gegabah. Bukan berarti anak orang biasa tidak bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Seharusnya tidak segampang itu untuk menilai seseorang. Mengingat ada faktor yang mungkin merubahnya, sehingga akan menjadi pekerja profesional di bidangnya.
Tokoh Psikologi Adler mengatakan bahwa sebab akibat itu tidak ada. Menurut Adler, orang yang lahir dari orang biasa yang mengakibatkan orang itu menjadi orang biasa pula, tidak berlaku. Adler menekankan bahwa orang dapat berusaha mewujudkan cita-citanya tanpa terkungkung oleh sebab yang terkadang kurang bersahabat, contohnya dari garis keturunan.
Sokhikhul Fahmi
Mahasiswa IAI Tribakti. Ig @shokhikhul_fahmi

Posting Komentar