Menghitung Tanda-Tanda Kematian di Wajah Kita dan Puisi Lilin Lainnya
1
![]() |
Mitja Juraja on Pexels |
MENGHITUNG TANDA-TANDA KEMATIAN DI WAJAH KITA
Saban hari pada saat aku membuka mata kulihat bayangan di depan cermin
Perlahan-lahan timbul tanda-tanda kematian di sana
1. Parasit itu tumbuh di kepala
Di tubuh bangunan tua dengan ornamen klasik zaman dulu
Di kedua lengannya berukir garis-garis biru
Dengan bulatan-bulatan putih di dada dan punggung berdiri
Menciptakan kenangan di tembok waktu
Dari catatan yang tertulis sengaja diulang-ulang
Yang tua yang terbuang
2. Parasit itu terus berkata
Perihal rahasia-rahasia yang disembunyikan waktu
Menjadi mantra dari luka-luka yang tak mudah disembuhkan oleh senja
Di antara ruang atas dan bawah ada semak yang menyeruak di balik mata
Yang tak pernah lepas hilang adalah luka
3. Parasit itu terus bergerak mendiami ruang rongga dada
Saling menjalin mengikat kuat sewarna tali putri
Perlahan-lahan menghabisi
Surabaya, September 2022
Saban hari pada saat aku membuka mata kulihat bayangan di depan cermin
Perlahan-lahan timbul tanda-tanda kematian di sana
1. Parasit itu tumbuh di kepala
Di tubuh bangunan tua dengan ornamen klasik zaman dulu
Di kedua lengannya berukir garis-garis biru
Dengan bulatan-bulatan putih di dada dan punggung berdiri
Menciptakan kenangan di tembok waktu
Dari catatan yang tertulis sengaja diulang-ulang
Yang tua yang terbuang
2. Parasit itu terus berkata
Perihal rahasia-rahasia yang disembunyikan waktu
Menjadi mantra dari luka-luka yang tak mudah disembuhkan oleh senja
Di antara ruang atas dan bawah ada semak yang menyeruak di balik mata
Yang tak pernah lepas hilang adalah luka
3. Parasit itu terus bergerak mendiami ruang rongga dada
Saling menjalin mengikat kuat sewarna tali putri
Perlahan-lahan menghabisi
Surabaya, September 2022
Di jembatan yang marah. Sepasang keyakinan hinggap di kubah masjid berwarna hijau dengan bintang dan bulan sebagai penghias langit biru. Menanam cara bercocok tanam bagi sawah-sawah yang dipenuhi sampah. Bunga Lily dan terompet putih belum ditiupkan waktu, meskipun doa-doa dimintakan setiap hari. Maka mereka merayakan sekali lagi, musim kawin emas tanpa batas waktu dan tempat.
"Bagaimana cara mengakhirinya? Laillahaillallah ...." Lelaki bertubuh tanggal satu membisikkan talqin.
Di kantor urusan agama atau di kantor pemulasaraan jenasah? Tak ada yang mampu membunuh sepasang harapan yang ditulis setiap darah musim pengorbanan.
Ketika langit-langit kamar berubah hitam, langkah hari mendekati senja. Pandangan mata merayap renta membuat dunia besar mereka menciut sebiji jarah. Harta telah membagi seluas-luasnya kasih sayang. Anak-anak hadir seiring embusan angin malam dalam kebebasan kepak sayap burung gereja hinggap dan terbang.
"Di jembatan merah yang marah, biarkan sepasang harapan melebur dalam terik kenangan kota kita. Tertidur bersama tulang dan dipasang dua nisan, tanpa doa-doa pembuka pintu surga. Adalah yang terbaik."
Surabaya, 05 September 2022
