Mengenal Cukdeh, Makanan Tradisional Khas Desa Jajar, Trenggalek yang Ramah Lingkungan
![]() |
Mohammad Sirojul Akbar |
Cangkeman.net - Hampir setiap daerah memiliki makanan khasnya masing-masing. Seperti halnya di desa Jajar kecamatan Gandusari Trenggalek. Di sana terdapat sebuah makanan unik yang disebut Cukdeh. Tentunya cukdeh bukan suatu umpatan ya, melainkan akronim dari Pincuk Lodeh.
Makanan Pincuk Lodeh ini sudah cukup terkenal di desa Jajar. Bahkan, sampai dibangun sebuah gapura bertuliskan “Kampung Cukdeh”. Karena di desa Jajar ada banyak orang yang memproduksi Cukdeh. Biasanya Cukdeh tersebut dijual di pasar, dijual keliling menggunakan sepeda, atau bahkan juga menerima pesanan dalam jumlah banyak.
Sekilas mungkin Cukdeh mempunyai kesamaan dengan sompil, makanan khas Trenggalek. Kesamaannya secara umum adalah sama-sama merupakan sajian lontong yang dengan kuah sayur lodeh. Namun, mirip bukan berarti sama, karena ada yang perbedaan-perbedaan di antara keduanya, baik dalam segi isi, bentuk maupun kemasan.
Cukdeh menggunakan lontong yang berbentuk segitiga. Lontong bentuk segitiga ini sudah jarang ditemui karena rata-rata masyarakat lebih mengenal lontong yang berbentuk lingkaran panjang. Lontong ini masih mempertahankan bungkusnya menggunakan daun pisang tidak seperti lontong-lontong sekarang yang beralih menggunakan plastik. Lontong tersebut diiris-iris menjadi lebih kecil dan dibutuhkan 2-3 lontong segitiga dalam sajian Cukdeh.
Setelah irisan lontong tersaji, tentunya kemudian disiram menggunakan kuah lodeh bersantan. Kemudian juga terdapat berbagai varian sayur lodeh, umunya menggunakan nangka yang masih muda (tewel). Namun ada juga yang menggunakan tunas bambu yang masih muda (rebung), manisan atau terong. Apapun jenisnya dalam lodeh, yang penting bersantan. Karena konon masyarakat Trenggalek akan lemas jika tidak mengkonsumsi sayur bersantan.
Setelah disirami sayur lodeh, kemudian juga ditaburi kacang dan bawang yang sebelumnya digoreng terlebih dahulu. Kacang dan bawang ini tidak boleh ditinggalkan dalam sajian Cukdeh. Karena kacang dan bawanglah yang akan menambah cita rasa gurih dalam Cukdeh.
Ada lagi yang tidak boleh ketinggalan, yaitu tempe krispi. Tempe ini tidak seperti tempe pada umumnya, karena sebelum dimasak tempe ini adalah jenis tempe debog. Jika tempe mentah pada umumnya dibungkus menggunakan plastik, tempe debog dibungkus menggunakan pelepah pohon pisang atau dalam bahasa Jawa disebut debog.
Tempe tersebut kemudian digoreng dengan campuran tepung gaplek. Sehingga menambah rasa krispy ketika setelah digoreng. Tempe yang sudah matang kemudian ditusuk menggunakan tusuk sate yang menambah kesan unik dan menarik bagi para konsumen.
Setelah semua unsur dalam sudah lengkap, maka Cukdeh sudah siap untuk dinikmati. Namun, apabila konsumen hendak membungkusnya, ada lagi hal yang unik dalam kemasan Cukdeh. Jika pada umumnya bungkus makanan menggunakan kertas minyak dan koran, sajian Cukdeh dibungkus menggunakan daun pisang. Tidak hanya itu, daun pisang tersebut masih dilapisi di bagian luarnya dengan menggunakan daun jati.
Penggunaan daun jati sebagai bungkus makanan sudah asing ditemui karena masyarakat tidak mau ribet untuk mencari daun jati dan menggantikannya dengan kertas minyak dan koran. Namun, yang khas dari sajian Cukdeh adalah masih menggunakan daun pisang dan jati sebagai bungkusnya. Kedua daun tersebut kemudian dipincuk atau dikancing menggunakan lidi. Maka dari itu dinamakan Pincuk Lodeh (Cukdeh), artinya lodeh yang dipincuk.
Sebenarnya Cukdeh merupakan inovasi untuk menciptakan makanan tradisional yang ramah lingkungan. Karena di zaman modern ini, tak jarang kita jumpai makanan tradisional yang sudah bercampur dengan teknologi modern dengan alasan efektifitas, seperti penggunaan plastik atau bahan kimia dalam makanan yang justru mempunyai efek negatif bagi manusia dan alam itu sendiri. Penggunaan benda-benda alami dalam komponen Cukdeh ini mengajak konsumen untuk back to nature, sebagai alternatif menjaga lingkungan alam di zaman modern ini.

Posting Komentar