Seni dalam Mengumpat

winnetnews

Cangkeman.net - Mengumpat rasanya udah jadi hal yang lumrah di masyarakat +62 ini. Gak memandang dari kalangan atas atau bawah, golongan muda, tua sampe anak-anak, kita semua punya bahasa tersendiri dalam mengungkapkan sebuah umpatan.

Biasanya, umpatan identik dengan ucapan yang keluar saat seseorang kesal. Iya, umpatan seolah menandakan bahwa seseorang sedang marah dan meluapkannya dalam bentuk perkataan kasar. Akibat umpatan-umpatan inilah, gak jarang orang yang dijadikan objeknya tersinggung dan sakit hati.

Namun, siapa sangka kalo umpatan nyatanya adalah bagian dari bahasa kehidupan? Di mana gak harus menunggu amarah memuncak, dalam keadaaan emosi apa pun, umpatan menjadi kata yang berlalu-lalang dan jadi bagian tradisi di lingkungan kita.

Bahkan untuk sebagian orang, rasanya gatel kalo sehari aja gak berkata kasar. Karena jauuhh ... di dalamnya, rupanya mengumpat gak selalu berarti buruk. Orang-orang tertentu bisa mengubah kata umpatan menjadi seni dalam bersosial.

Asu, anjing, sialan, bangsat, babi, goblok, ada lagi? Semua kata-kata itu memiliki makna tersirat yang menunjukkan adanya keterikatan suatu hubungan. Manakala tanpa disadari, seseorang gak berani menggunakan kata kasar sewaktu di awal pertemuan. Atau minimal, kita gak akan mungkin manggil seseorang yang baru dikenal dengan sebutan 'asu'.

Jangankan baru kenal, orang yang bertahun-tahun bareng pun, belum tentu dapet sapaan 'babi' kalo kita gak berkenan. Loh-loh, terus apa dipanggil begitu menjadi suatu kebanggaan? Ya nggak juga. Semua balik lagi dari bagaimana kamu menyikapinya.

Karena gak melulu sesama teman, kata umpatan juga bisa jadi bahasa akrab di antara orang tua dan anak, antarpasangan, hingga kakak-beradik. Barangkali ini menjadi alasan kenapa kalimat umpatan diciptakan, sebagai identitas kedekatan yang gak kasatmata.

Saya sendiri udah gak aneh nemuin temen cewek yang kalem aja tiap dipanggil 'lonte'. Gak peduli apa kata emak bapaknya, orang-orang yang bersahabat dengan prinsip ini pun menggunakan panggilan tersebut sebagai bahasa keseharian yang menunjukkan hubungan dekat.

Gak bisa dipungkiri kalo hubungan yang semakin erat, kian melonggarkan batas satu sama lain. Gak ada aturan buat berbahasa, apalagi menyangkut kesopanan, sekali pun orang itu jelas-jelas sosok yang seharusnya dihormati.

Sepasang suami istri juga banyak yang menyelipkan kata-kata umpatan sebagai variasi percakapan. Atau orang tua yang ngobrol santai bareng anaknya diikuti bumbu-bumbu kata serapah yang pas. Membuat cara komunikasi mereka menjadi hiburan tersendiri bagi orang seperti saya.

Tentunya, hanya sebagian orang yang bisa dengan leluasa dan gak mempermasalahkan cara berkomunikasi seperti itu. Ini cuma salah satu cerminan dari kedekatan seseorang yang dilihat dari gaya bahasanya. Jadi, kamu termasuk gak?


Thiara

Suka nulis tapi males baca. Ayok kenalan di Instagram @thiara.yhiara