Citayem Fashion Week: Anak Muda dan Kebutuhan Tempat Berekspresi
![]() |
CNN Indonesia |
Cangkeman.net - Beberapa hari ini kita diramaikan dengan berita-berita tentang "Citayem Fashion Week". Di mana anak-anak muda di pinggiran Jakarta berkumpul di daerah Sudirman -salah satu daerah elit ibu kota- yang rata-rata mengenakan pakaian yang mencolok.
Awalnya mereka-mereka ini datang ke Sudirman karena dirasa tempat itu asik untuk nongkrong-nongkrong serta bagus untuk photo-photo, ditambah aksesnya yang mudah dituju dengan kendaraan umum yang tentu saja harganya murah meriah. Soal jajanan di sana juga jadi alasan. Meski banyak berderet tempat makan dan minum khas anak muda Jakarta yang harganya relatif mahal, di Sudirman juga masih banyak Starling atau Stabuck keliling, sebutan untuk penjual kopi sachetan yang biasanya berjualan menggunakan sepeda.
Tentang pakaian yang nyentrik-nyentrik di antara mereka, saya melihatnya itu sebagai ekspresi "orang pinggiran" yang selalu ingin mengenakan pakaian terbaiknya kala ingin pergi jalan-jalan atau pergi ke kota dalam hal ini. Bahkan di keluarga saya saja yang notabene lama hidup di Jakarta namun kehidupan di rumah serta pergaulannya tidak jauh dari orang Tegal, akan melakukan hal yang sama jika akan bepergian. Misal pergi ke Mall, ke tempat wisata, pasti adik-adik saya langsung dandan ala-ala anak-anak yang ke Sudirman tersebut. Meski saya sering meledek gaya berpakaian seperti itu, toh saya enggak pernah melarang. Yah wong saya juga dalam berpakaian juga kadang aneh-aneh menurut teman-teman saya.
Balik lagi ke anak-anak yang ningkrong di Sudirman tadi. Dari tempat nongkrong dan ketemuan anak-anak pinggiran Jakarta. Jadilah tempat itu jadi tempat adu outfit, adu pakaian mereka. Hingga akhirnya sekarang viral dan Sudirman kini didatangi oleh banyak orang dari berbagai kalangan.
Pro dan kontra tentu saja mengiringi fenomena di atas. Namun terlepas benar atau salah, menurut saya ada hal yang bisa diambil dari fenomena ini. Yaitu tentang anak muda yang membutuhkan ruang berekspresi.
Semenjak pindah ke Jakarta pada 2012. Saya cukup memperhatikan kalau anak-anak Jakarta yang dulu di benakku itu seram, suka tawuran dll itu sebenarnya hanya membutuhkan ruang berkespresi, ruang bergaul, ruang di mana mereka dapat menjadi salah satu bagian dari masyarakat, tidak dipandang sebelah mata, bahkan harus ditempatkan pada hal-hal yang strategis.
Banyaknya pengajian-pengajian dari kalangan habib di Jakarta misalnya. Saya cukup heran kenapa orang-orang yang sehari-harinya jauh dari kata bergama tapi kok senang sekali ikut acara pengajian, maulidan, dan hal-hal yang sifatnya ramai-ramai di ruang publik. Ternyata mereka memang membutuhkan itu, mereka membutuhkan ruang, tempat berkumpul, bernyanyi -atau dalam hal ini mungkin bersholawat- serta bercanda gurau dengan anak muda lainnya serta berinteraksi dengan masyarakat lainnya juga.
Tak hanya acara pengajian yang selalu ramai. Konser musik juga selalu ramai oleh anak muda di Jakarta. Pertandingan sepak bola juga demikian, bahkan hingga demo kebijakan pemerintah juga ramai diikuti bahkan diinisiasi oleh anak muda.
Bahkan malam sabtu kemarin, saya hadir di acara kenduri cinta di Taman Ismail Marzuki juga banyak dihadiri oleh anak muda. Mereka-mereka dengan riang gembira duduk santai sambil rokokan dan ngopi-ngopi mendengarkan wejangan para pembicara yang salah duannya Habib Jafar dan Sabrang "Noe" Letto.
Saya bilang ke teman saya waktu itu, "Sebenarnya anak muda dibikinin acara kaya begini aja anteng yah. Ga usah berbusa-busa bikin seminar anti tawuran ke sekolah-sekolah, bikin acara beginian juga santai aja."
Yah menurut saya anak muda khususnya yang berasal dari keluarga ekonomi ke bawah yang justru dominan di kota besar ini tidak perlu berbagai wejangan dan segala omong kosong yang dihadirkan para guru di sekolah, para pejabat di televisi. Mereka butuh ruang untuk mereka berkumpul, bertukar pikiran, bersenang-senang, berekspresi sesuai dengan usia mereka sesuai jaman mereka. Hal-hal yang sifatnya pembatasan ruang bagi mereka justru akan membuat mereka berontak, membuat mereka melakukan ekspresi yang tidak semestinya.
Saya pernah pergi ke pengajian yang diinisiatori oleh organisasi yang katanya radikal dan biang kekerasa. Saya bergaul dengan anak muda di sana toh mereka tidak sebrutal yang diceritakan. Saya juga seringkali nongkrong-nongkrong dengan anak-anak muda sambil minum-minuman beralkohol di pinggir jalan sampai pagi juga mereka-mereka bisa mengarti tidak menggangu ketertiban masyarakat.
Memang mereka -mungkin juga kami- anak muda tidak lepas dari kesalahan juga. Perjalanan-perjalanan hidup yang menyakitkan yang sialnya terkadang kami dapatkan karena ketidakbecusan dari generasi sebelumnya terkadang membuat kami bersifat serampangan dan penuh pemberontakan. Tapi saya jamin, anak muda akan lebih berdaya dan guna kalau semakin sedikit dibatasi dan semakin banyak diberi ruang berekspresi. Slebew~

Posting Komentar