Menghitung Kebutuhan Minimal Hari Raya

Kompas

Cangkeman.net - Tanpa terasa Ramadhan sudah memasuki sepertiga kedua aja ya. Penghuni kasta ‘shaf depan’ di masjid tentu makin semangat beribadah demi mengejar maghfirah-Nya. Puasa makin khusyu’, tarawih kian rajin, dan tadarus tambah sregep. Lain halnya dengan kaum yang terdaftar sebagai kasta ‘teras masjid’, paling-paling benaknya sudah melayang menuju Lebaran.

Sebagai kaum penghuni shaf teras masjid yang visioner, pikiran saya juga sudah jauh menerawang Idul Fitri esok. Sibuk menerka bakal dapat THR berapa. Lalu sedikit pusing mengkalkulasinya dengan kebutuhan tetek-bengek Hari Raya. Pusing karena haqqul yaqin bakalan minus. Ya beginilah nasib penghuni kerak kuadran I ala Kiyosaki. Andai job nyiwer hujan di Mandalika tempo hari bisa kepegang, tentu gak akan semumet ini.

Bukannya saya ndak ngiler terhadap janji ampunan di fase 10 hari kedua bulan Ramadhan. Sumpah bukan, saya masih umat yang mengharap rahmat-Nya dengan sangat. Namun ini murni karena keadaan. Pengalaman Lebaran tahun-tahun sebelumnya telah mengajari saya untuk menghitung dengan rinci segala keperluannya.

Nah bagi sampeyan yang masih setia menghuni dasar kuadran I seperti saya, berikut saya bagikan kalkulasi elek-elekan tentang Kebutuhan Minimal Hari Raya (KMHR). Setidaknya biar siap mental jika nanti di ujung Lebaran ada surat-surat yang mesti digadaikan. Harap diingat, hitung-hitungan kebutuhan ini bersifat minimal ya.

1. Kue dan hidangan Lebaran
Kebutuhan pertama yang wajib ada tentu saja kue dan hidangan Lebaran. Yakin deh. Memangnya ada yang berani berlebaran zonder kue di meja rumahnya? Saya tidak sedang membicarakan kue-kue premium semacam nastar, kastengel, apalagi sultana. Yang sederhana saja seperti rengginang, kue kacang dan kripik.

Untuk hidangan utamanya jangan dulu mikir opor ayam. Cukup orem-orem tahu tempe saja (bisa ditambah daging 1 ons biar agak pantas). Anggap saja untuk kue dan hidangan utama tersebut akan menghabiskan 750 ribu rupiah.

2. Baju baru
Berikutnya adalah kebutuhan baju baru untuk anak. Tolong dicatat ya, untuk anak. Perkara baju baru untuk kami para orang tua itu nomer dua puluh tujuh. Meskipun tidak mengenakan baju baru selama 4 kali Lebaran tidak terlalu jadi masalah. Dahulukan anak agar bisa merasakan vibe lebaran.

Untuk baju baru anak ini anggap saja 150 ribu per anak. Apakah cukup? Ya diusahakan cukup lah. Tipsnya ya jangan cari baju anak dengan level outfit kekinian, tapi mesti nyari yang obralan di pasar tradisional. Ini kebutuhan per anak lho, jika anak kita dua atau tiga ya tinggal mengalikan saja.

3. Selamatan dan ater-ater
FYI, ater-ater adalah tradisi saling berkirim makanan/masakan sebelum Hari Raya dan H+7 Lebaran kepada tetangga dan sanak saudara. Jenis masakan yang dikirimkan tidak jauh-jauh dari ayam goreng, telur dan sambal goreng kentang. Tradisi ini umumnya masih berlaku di desa-desa dan perkampungan pinggiran kota, termasuk di kampung saya.

Saya kok penasaran, adakah warga kampung yang berani berlebaran tanpa selamatan dan ater-ater? Jika ada tentu dia akan jadi bahan gunjingan tetangga sekampung hingga Lebaran tahun depan. Saya jelas tidak ingin mengalaminya. Untuk selamatan dan ater-ater ini uang 500 ribu tak kan tersisa, percaya saja sama saya.

4. Mempercantik rumah
Kebutuhan nomor 4 adalah untuk mempercantik rumah. Mempercantik rumah ini maksudnya bukan mengganti genteng dan lantai keramik, bukan. Paling-paling hanya mengecat tembok yang warnanya sudah luntur seperti kenangan terhadap mantan, ups. Untuk mengecat tembok ini anggap saja akan menghabiskan 150 ribu, minimal. Itupun dikerjakan sendiri tanpa harus membayar tukang cat. Wong tarif tukang cat jaman sekarang sudah 100 ribu per hari kok.

5. Angpao untuk anak-anak
Kebutuhan terakhir, dan yang paling horror adalah angpao untuk anak-anak. Ini juga tak lepas dari tradisi di wilayah saya, entah di wilayah lain. Bagi mereka yang tinggal di perumahan masih agak mendingan karena tidak terlalu banyak acara saling mengunjungi. Otomatis akan lebih jarang bertemu dengan anak-anak.

Namun bagi yang tinggal di kampung akan sangat memusingkan. Untuk 2 hari Lebaran saja rumah kita bisa dikunjungi 100 anak-anak. Nah, di tahun 2022 ini apa ya tega memberi angpao 2 ribu untuk anak kecil? Anggap saja kita kasih 5 ribu per anak. Jika dikalikan 100 maka jelas uang 500 ribu bakal amblas.

Belum lagi jika kita mendapatkan kunjungan tamu dari luar kota. Masak ya mentala memberi uang 5 ribu untuk anak-anak yang jarak rumahnya 50 km dari kita? Lebih-lebih lagi jika mereka termasuk keponakan dekat kita? Minimal ya 20 ribu lah, sudah agak pantas itu.

Karena itulah sudah terhitung 5 Lebaran ini saya kalau melihat anak kecil merasa ngeri-ngeri gimana gitu. Seperti melihat zombie di film ‘Train to Busan’, tapi dalam wujud yang imut.

Dari 5 jenis kebutuhan lebaran tersebut sudah jelas kalau uang 2,5 juta tak akan ada bekasnya. Hanya untuk 2 hari Lebaran saja. Padahal di beberapa wilayah pedesaan masih ada yang menjaga tradisi lebaran sampai 7 hari, lazim disebut sebagai Bada Kupat/Lontong. Sekarang tinggal menyesuaikannya dengan proyeksi THR kita masing-masing. Lalu bagaimana jika nilai kebutuhan tersebut njomplang dengan besaran THR kita? Simple, itulah waktunya untuk mencairkan benda-benda padat yang ada di rumah. Contohnya: sertifikat rumah dan BPKB.

Rois Pakne Sekar

Seorang part time teacher dan full time parent. Mengajar -sekaligus belajar- Mapel Bahasa Jawa di SD Mafaza Integrated Smart School. Juga seorang atlit badminton amatir yang tidak akan takut menghadapi 'minions' ataupun 'the daddys'