Siapa yang Bisa Menjamin Jaminan Hari Tua?


"Oalahh cuk... cuk.. kalau begini ceritanya, rugi kita." Bagong terlihat misuh-misuh sambil membaca berita lewat gawai pabrikan negeri Tiongkok yang sering dipakainya buat Twitwar. Meski peralatan produk dari negerinya Jackie Chan terkenal tidak tahan lama, bangsa kita memang sudah kadung menggandrungi barang-barang dari negeri tersebut, termasuk Bagong. Walau Bagong juga tidak sampai menyewa tukang las dari Tiongkok juga untuk memperbaiki pagar rumah majikannya yang sering rubuh akibat didemo para Mahasiswa.

"Kamu itu kenapa, Gong? Kok pagi-pagi begini sudah misuh-misuh begitu?" Tanya Kakandanya, Gareng.

"Ini loh, Kakang Gareng, masa jaminan hari tua yang biasa kita setorkan setiap bulan itu hanya bisa dicairkan setelah usia kita 56 tahun."

"Waduh, yang benar, Gong? Coba baca berita yang lengkap lagi, enggak mungkin Pemerintah mau menyengsarakan rakyatnya."

"Bener loh ini, semua media daring memeberitakan. Di Twitter juga lagi rame ini."

Gareng, anak pertama dari 3 bersaudara bersama Petruk dan Bagong ini rupanya adalah orang yang penuh kehati-hatian. Setiap informasi yang dia terima harus selalu di-recheck berulang kali sebelum disimpulkan. Hal itu membuat dirinya tidak mudah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Makanya dia tidak cocok jadi pejabat. Kalau pejabat penuh pertimbangan dalam membuat keputusan seperti keputusan membangun waduk terbesar, misalnya. Pasti pembangunan tidak akan berjalan, dan partainya enggak bisa jual nama buat Pemilu periode selanjutnya.

"Oalah, ternyata emang benar. Tapi sebagai penggantinya, pemerintah bikin kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Gong." Gareng coba menjelaskan.

"Heuheuheu kalian ini pada ributin apa sih yo?" Tiba-tiba Bapak mereka, Semar datang nimbrungi obrolan Gareng dan Bagong.

"Begini Romo, gaji kita dari ndoro-ndoro Pandawa itu setiap bulannya kan dipotong buat iuaran Jaminan Hari Tua, eh masa uang kita sendiri enggak bisa dicairkan sampai usia 56 tahun? Edannn." Bagong langsung nyerocos.

"Begitu saja dipusingin, Gong. Setiap waktu kita bayar pajak juga enggak tau duitnya ke mana juga yo kita juga santai saja. Wislah percaya saja pada penguasa." Petruk si kantong bolong yang sedari tadi ada di situ juga ikut nimbrung sambil ngasih makan ikan cupang milik ndoro Arjuna, majikan mereka. Dulu di awal Pandemi, Arjuna sendiri yang mengurus ikan-ikan cupang miliknya. Katanya iseng-iseng buat mengisi waktu Work From Home sekalian investasi. Tapi seperti batu akik, ikan cupang kalau sudah tidak digemari yah harganya menurun, Arjuna jadi malas lagi ngurusnya.

"Wah tapi kalau ini aku enggak setuju, Truk. Tetap saja namanya kekuasaan itu harus diawasi. Jangan sampai kebijakan para pejabat justru tidak berpihak kepada masyarakat dan tidak melibatkan masyarakat." Kali ini Gareng yang menyanggah ucapan Petruk.

Bagong manggut-manggut merasa dibela Gareng, sambil mikir, "Tapi, emang ada kebijakan Pemerintah yang melibatkan masyarakat, yah?"

"Sudahlah, kita sebagai rakyat yah selaw saja menjalani hidup. Asal tidak terjebak Pinjol dan main Binnary Option yo hidup tentram-tentram saja." Petruk kembali bicara.

"Tapi orang main Pinjol dan Binnary Option kan bisa jadi karena hidupnya udah mentok karena efek panjang kebijakan pemerintah, Kan?" Bagong membela diri.

"Heuheuheu sudah-sudah, mungkin Pemerintah punya maksud baik dalam membuat aturan ini. Pemerintah lagi ngajarin rakyatnya buat ngelola uang. Biar rakyatnya di hari tua bisa punya uang. Enggak langsung habis di usia muda buat foya-foya, toh?" Semar mencoba menenangkan mereka.

Petruk secara kilat nyeplos, "Itu sih kalau Pemerintah udah bisa ngatur keuangan sendiri, Romo."

"Emang selama ini enggak bisa?" Bagong bertanya heran.

Semar hanya diam, Petruk abai karena baru selesai mengganti air tempat hidup cupang-cupang ndoro Arjuna, Gareng balik bertanya, "Emang selama ini bisa?"