Puisi-puisi Untuk Kamu yang Tidak Lagi Muda

Ksenia Makagonova

Cangkeman.net - Beberapa waktu yang lalu, puisi saya berhasil tayang di Cangkeman. Senang banget rasanya, pingin segera pamer ke circle pertemanan dan rekan kerja. Bukan soal honornya, tapi lebih pada rasa bangga masih bisa berkarya. Saya membayangkan reaksi rekan-rekan kerja yang mungkin akan ternganga terhadap sense of romance saya.

Eh tapi, kenyataannya gak seindah yang saya bayangkan. Beberapa teman menunjukkan reaksi yang datar-datar saja. Malah ada yang nyebelin nanya dengan pandangan kayak habis mergokin saya selingkuh aja, “Ente berpuisi? Di usia segini? Habis nenggak arak berapa liter ente?” Yang lain ikutan “Jangan-jangan Lu nulis puisi senja-senja gitu. Kayak ABG aja.”

Well, mungkin teman-teman saya kadung terjebak stereotyping bahwa puisi gak jauh-jauh dari tema senja dan hanya pantas ditulis dan dinikmati oleh kaum muda saja. Hingga ketika saya yang sudah berusia kepala empat ikutan berpuisi, mereka malah mengernyitkan dahi.

Dulu saya juga beranggapan seperti itu. Bahwa puisi identik dengan kaum muda. Kalaupun ada generasi tua yang berpuisi semacam Zawawi Imron, F. Rahardi atau Prof. Sapardi; ya karena mereka memang begawan di bidang ini. Sedangkan saya cuma perangkai kata medioker yang menulis puisi untuk selingan saja.

Diakui atau tidak, masih banyak yang beranggapan bahwa puisi adalah karya sastra yang elitis. Konsumsinya masih terbatas di kalangan tertentu saja. So, ketika ada kaum pekerja seperti saya mencoba berpuisi akan dianggap aneh, dibilang sok romantis, dan sudah tentu di-bully. Itu juga belum seberapa. Coba kalau sampai para istri ikutan baca, bisa-bisa kita dicurigai sedang menapaktilasi jejak Aris di sinetron layangan putus. Berabe, kan?

Nah, bagi Bapak-bapak usia empat puluhan yang ingin berpuisi dengan nir potensi bully, saya sarankan untuk menulis dengan tema berikut ini:

1. Jajanan
Tema ini pasti digemari semua kalangan. Mulai anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Contohnya puisi D. Zawawi Imron berjudul lemper ini:

Sebut saja lemper namanya
Sekepal pulut-pulut jiwa
Tidak bertelanjang, tidak bermimpi. Makanlah.

Masalahnya cuma satu, puisi dengan tema makanan ringan ini bisa meruntuhkan iman ibu-ibu yang sedang diet. Sampeyan bisa dijadikan kambing hitam untuk kegagalan mereka menurunkan berat badan.

2. Baju
Iya, tentang baju, sampeyan ndak salah baca kok. Jangan salah, tema baju ini kalau dieksekusi dengan baik bisa jadi puisi yang ciamik lho. Ambil saja contoh sajak berjudl Bolong yang membahas Celana karya Pak Joko Pinurbo yang melegenda:

Bahkan celana memilih nasibnya sendiri:
ia pergi ke pasar loak jutru ketika aku sedang giat
belajar bugil dan mandi
"Selamat tinggal pantat. Selamat tinggal jagoan kecil
yang tampak pemalu tapi hebat."

Bapak-bapak jangan mau kalah sama Pak Jokpin. Jika dia kerapkali menuliskan puisi-puisi tentang celana, Bapak-bapak dapat merintis brand image dengan puisi bertema daster misalnya. Atau tentang sempak dan BeHa juga bisa. Dijamin gak akan diledek sok romantis.

3. Binatang
Banyaknya ragam binatang bisa juga menjadi inspirasi tema puisi. Bisa tentang binatang liar seperti macan atau singa, bisa juga tentang binatang piaraan macam kucing atau anjing. Seperti puisi berjudul anjing gubahan Remy Sylado berikut:

Kalau kau memujaku awet muda
kau menyamakan aku bagai anjing
Sebab anjing dari kecil sampai tua
wajahnya hanya anjing dan tetap anjing

Satu pesan saya, jangan bikin puisi dengan judul babi. Pokoknya jangan, banyak orang yang sensitif dengan hewan satu ini. Bisa-bisa puisi sampeyan diharamkan oleh MUI.

4. Kebiasaan Buruk yang Nggak Ada Romantis-Romantisnya
Bapak-bapak tentu punya satu atau dua kebiasaan buruk. Entah itu korek-korek kuping, ngupil atau kentut yang sengaja diperdengarkan secara demontratif. Itu, tulis saja sudah. Macam puisinya F. Rahardi yang berjudul Kentut ini:

....
Kentut bintang film
pasti lembut bunyinya
seperti lengkingan saxophone Kenny G.
baunya juga harum
hingga waktu syuting
jumpa penggemar
dan acara festival film
tak perlu lagi semprotkan parfum
dan guyuran wewangian
....

Membaca puisi semacam ini, saya yakin para istri gak akan sampai over thingking.

5. Kepalsuan
Yang ini agak serius, tentang realita di sekitar kita. Tinggal kita, eh sampeyan ding, berani jujur atau tidak mengungkap kepalsuan-kepalsuan tersebut. Sajak Palsu dari Agus R. Sarjono ini mungkin bisa jadi acuan:

.... Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. ....

Tapi jangan sampai menulis hal-hal palsu dari para wanita macam alis, hidung atau dagu ya. Kalaupun toh kebelet ingin menulis tentang itu, sebut saja alis, hidung atau dagu palsu para pria. Untuk topik ini main aman aja deh.

6. Istri
Nah, kalau sampeyan kebelet banget pingin nulis puisi yang romantis, beri saja judul nama istri sampeyan masing-masing. Mungkin akan diledek teman-teman, tapi jelas sampeyan akan melelehkan hati istri menjadi seperti gulali.

Berikut saya kasih template puisi saya sendiri yang berjudul "Naning Riwayati", silahkan ganti titelnya dengan nama istri sampeyan.

kaulah dermaga hati
tempat cinta berlabuh terakhir kali
aku tak ingin berlayar lagi

Nah, tidak terlalu sulit kan? Selamat mencoba, selamat menjalankan ibadah puisi. Ingat, puisi tidak melulu tentang senja, dan bukan monopoli kaum muda.



Rois Pakne Sekar

Seorang part time teacher dan full time parent. Mengajar -sekaligus belajar- Mapel Bahasa Jawa. Juga seorang atlit badminton amatir yang tidak akan takut menghadapi 'minions' ataupun 'the daddys'