Ide-ide Itu Berasal Dari Kakus
Gabor Monori |
Cangkeman.net - Menghabiskan musim libur di rumah Simbah memang selalu menyenangkan dan memberi kesan mendalam. Selain mendengarkan cerita mengenai ilmu kanuragan masa lalu yang begitu memukau, melihat benda-benda koleksi unik di rumah Simbah juga selalu berhasil menarik perhatian saya.
Meski masih satu kabupaten, namun jarak antara rumah saya dan Simbah lumayan jauh. Setidaknya bisa menghabiskan satu liter bensin untuk dapat sampai di rumahnya yang berada di kawasan perbukitan tandus nan gersang itu. Rumah itu dikelilingi gunung-gunung menjulang yang ditumbuhi aneka rumput liar yang biasa dibabat Simbah untuk makan kedua kambing miliknya.
Di belakang rumah Simbah, tepatnya di bawah pohon trembesi, ada toilet tradisional yang sampai saat ini masih lestari dan masih aktif digunakan untuk membuang kotoran. Toilet klasik yang biasa disebut Simbah dengan nama Kakus atau WC cemplung itu berbentuk lobang dengan kedalaman 7-10 meter, yang atasnya ditutup rapi dengan kayu-kayu glondongan dan diberi sedikit celah yang berfungsi sebagai pintu masuk tinja.
Kakus yang sudah ada jauh sebelum saya dilahirkan itu memiliki dinding berupa gedek bambu dengan ukuran sekitar 2x2 meter, tanpa sebuah atap di atasnya. Renovasi atau pemugaran jamban itu sudah dilakukan puluhan atau bahkan ratusan kali. Biasanya, saat dinding bambu sudah dimakan rayap, Simbah langsung menggantinya dengan yang baru.
Berbeda dengan jamban yang ada di pinggir sungai yang langsung membawa tinja-tinja itu berkeliling terlebih dahulu. Di toilet milik simbah, tinja akan bertumpuk dan bertumpuk hingga akhirnya mengendap dan menghilang. Hal inilah yang kadang bikin aromanya seringkali menari-nari menusuk hidung.
Beberapa hari lalu, saya memutuskan untuk napak tilas mengenang masa kecil saya di rumah simbah. Jongkok di atas kayu rapuh yang di bawahnya ada lobang kedalaman 7 meter, bukanlah persoalan mudah. Butuh mental tangguh dan teknik kuda-kuda yang sempurna untuk menjaga keseimbangan tubuh saat nongkrong di kakus. Jika tidak, bersiaplah untuk terjun bebas dan bertemu dengan kotoran manusia.
Ada rasa lega dan plong saat saya berada di toilet milik simbah ini. Semilir angin yang menampar-nampar membuat suasana BAB menjadi lebih hikmat. Pantas saja, banyak ide kreatif yang katanya muncul saat buang air. Ternyata hal itu bukan isapan jempol semata, karena simbah juga pernah mengalami hal yang sama saat saya bertanya tentang arti toilet bagi hidupnya.
Kakus memiliki kenangan manis dan sangat berharga bagi hidup simbah. Kakus yang berada di belakang rumah itu, menjadi saksi cinta sejati saat simbah kakung memutuskan untuk menikahi mbah setri (nenek). Tidak hanya perkara cinta, banyak sekali permasalahan-permasalahan hidup yang berhasil beliau pecahkan dengan baik saat berada di jamban.
Peran jamban dalam membangun peradaban manusia di muka bumi tentu sudah tidak diragukan lagi. Banyak sekali penemuan serta pemikiran solutif, kreatif, dan revolusioner dari pegiat hidup yang ditemukan saat nongkrong di kamar mandi.
Sejak pertama kali ditemukan pada era Ratu Elizabeth 1, jamban telah menjadi ruang kreatif bagi para seniman, seniwati, ilmuwan, pengusaha, dan mungkin Pak Polisi untuk menciptakan karya-karya mutahirnya. Seperti diutip dari Detik Health, seorang ilmuwan kognitif bernama Scott Barry Kaufman mengungkapkan sekitar 72 persen orang mendapatkan ide-ide kreatif di tempat-tempat khusus, salah satunya saat nongkrong di WC.
Sejarah juga mencatat, banyak sekali ilmuwan yang menemukan teorinya di kamar mandi. Konon, ilmuwan sekaliber Archimedes juga menemukan teori hukum volume di dalam kamar mandinya. Ilmuwan matematika dari Yunani itu menemukan teori hukum volume saat nyemplung di bak mandi, lalu menyadari bahwa sebagian air naik dan tumpah.
Meski selalu berada di belakang, kotor, bau, menjijikan, dan disepelekan, jamban memiliki peran besar bagi kehidupan manusia, Melalui jamban, banyak inspirasi keluar dan menghasilkan karya-karya otentik yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia. Meminjam istilah Farid Stevy, memang betul, sesuatu yang sering disepelekan, selalu memiliki peluang dan kesempatan besar untuk mengejutkan.
Tidak terasa, hampir satu jam lebih saya menulis ini sambil nongkrong di jamban. Setelah menoleh kanan kiri, saya baru sadar, ternyata tidak ada ember yang berisi air.
"Mbah, ini ngga ada air to mbah?" Tanya saya kepada simbah yang sedang memberi makan kambing.
"Dibersihkan pakai batu wae, Le! Gunungkidul susah air." Jawab Simbah sambil tertawa diselingi batuk.

Posting Komentar