Tips Merawat Orang Tua yang Sudah Lansia
Joe Hepburn on Unsplash |
Cangkeman.net - Merawat orang tua di usia senja sudah menjadi tanggung jawab setiap anak. Bukan hanya sekadar memberinya makan dan minum, tetapi juga harus siap menjaganya selama dua puluh empat jam. Konon, ketika orang tua sudah sangat sepuh, tindakannya akan kembali seperti balita atau kanak-kanak lagi.
Ketika sudah usia di atas 80 tahun, tidak sedikit orang tua yang sudah pikun atau hilang ingatan secara tiba-tiba. Selain sering lupa sudah makan dan minum, orang tua yang yang sudah pikun juga kerap kelambrangan (berjalan tanpa tujuan). Tentu saja, peristiwa hilangnya orang tua secara mendadak tersebut kerap membuat anak cucunya panik, dan menggegerkan tetangga sekitar.
Tidak bisa dipungkiri, merawat orang tua yang sudah pikun merupakan suatu pekerjaan yang cukup pelik. Saya sendiri pernah mengalaminya. Bukan orang tua, melainkan simbah (orang tua bapak). Beliau hampir tidak ingat lagi dengan orang-orang terdekat. Kecuali bapak, paklik, dan bulik.
Ada masa di mana simbah benar-benar layaknya anak kecil, seperti menaruh gorengan ke dalam gelas yang berisi teh panas, merengek minta es dawet, hingga mengaku belum dikasih makan, padahal sudah makan dua kali.
Selain kita, ada juga tetangga dekat rumah, pasangan suami istri muda yang juga tengah merawat orang tua berusia lebih dari 90 tahun. Mereka kerap kali mencari orang tuanya yang sering pergi tanpa pamit. Bahkan sempat beberapa kali harus diumumkan via TOA masjid.
Sebagai kawula muda yang pernah merawat orang tua berusia lebih dari 80 tahun dan sudah pikun, saya memiliki tips cara merawat orang tua usia senja.
Singkirkan Benda Tajam dan Berbahaya dari Rumah
Salah satu tips merawat orang tua pikun yaitu menyingkirkan benda-benda tajam di rumah. Orang tua yang sudah lansia dan pikun, terkadang tidak menyadari apa yang sedang beliau lakukan. Untuk menghindari ancaman atau tindakan berbahaya, ada baiknya anda menyingkirkan benda-benda tersebut.
Selain itu, ada beberapa benda lainnya yang perlu disingkirkan, seperti tali pramuka, tali rafia, selendang, dan jenis tali lainnya. Dalam beberapa kasus, khususnya di daerah Gunungkidul, ada beberpa lansia yang memiliki riwayat penyakit kronis dan berniat untuk mengakhiri hidupnya. Dengan menyingkirkan jenis tali tersebut, dapat meminimalisir tindakan suicide.
Tanyakan Perihal Pasang Susuk
Pasang susuk di bagian tubuh tertentu menjadi salah satu ritual yang masih eksis hingga sekarang, tak terkecuali di Gunungkidul, tempat saya lahir dan merenung. Biasanya, pasang susuk dilakukan untuk menjaga kewibawaan, menambah kharisma, hingga menambah kekuatan seseorang. Namun hal itu bukan tanpa resiko. Konon, orang yang pasang susuk akan susah meninggal dunia. Sederhananya, meski sudah sangat tidak berdaya atau sakit parah, orang yang menjalani cara klenik ini akan susah meninggal dunia. Biasanya, keluarga akan mencarikan dukun atau "orang pintar" untuk mengambil susuk di bagian tubuhnya. Dengan begitu, apabila orang tua yang lansia sudah tidak berdaya, dapat meninggal dunia dengan tenang.
Sebelum orang tua terlalu pikun, ada baiknya anak menanyakan perihal susuk yang dipakai orang tuanya. Hal ini cukup penting, mengingat untuk kemudahan orang tua yang lanjut usia dalam menghadapi kematian.
Selain itu, untuk sebagian masyarakat Gunungkidul, mengambil susuk dari orang tua yang sudah lansia adalah untuk menghindari kematian pada malam Selasa Kliwon. Karena masyarakat Gunungkidul percaya jika ada orang yang meninggal pada hari tersebut, mayatnya akan dimakan binatang buas atau menjadi tumbal pesugihan. Sehingga biasanya, makamnya akan dijaga selama 7-40 hari.
Terlepas dari itu semua, tentu saja kematian, jodoh, dan rejeki semua ada di tangan Tuhan. Hal tersebut hanya bagian dari tradisi atau kepercayaan yang hingga kini masih ada, terutama di Gunungkidul, tempat saya tinggal dan menghirup udara segar.
Sadar Diri
Setiap orang tua akan selalu berkorban untuk anak-anaknya. Berbagai cara ditempuh agar kelak anaknya menjadi orang yang berguna dan berbakti kepadanya. Bahkan mereka rela mengorbankan apa saja demi putra-putrinya.
Apa yang sudah dilakukan seorang anak untuk orang tuanya, tidak akan sebanding dengan perjuangan para orang tua dalam membesarkan anak-anaknya. Seberat apapun kondisi yang dialami saat menghidupi anak-anaknya, orang tua tidak akan pernah mengeluh dan meminta imbalan.
Sementara itu, tidak sedikit anak yang menitipkan orang tuannya yang sudah lansia di panti sosial karena sibuk mengurus pekerjaan. Banyak sekali anak meninggalkan orang tua seorang diri di rumah untuk urusan duniawi.
Sudah seharusnya anak memiliki kesadaran yang tinggi bahwa mereka semua pernah ngompol, pup di celana, menangis minta mainan, dan pernah ketiduran, dan pernah ketiduran di depan televisi lalu keesokan paginya sudah di kamar. Bukankah semua itu mereka lakukan demi cinta? Bukan seperti anak-anak mereka yang kadang hanya memikirkan warisan semata?
Jevi Adhi Nugraha
Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Posting Komentar