Mereka yang Pengin Poligami, Kenapa Nabi yang Dibawa-Bawa?
1
Unsplash/Hasan Almasi |
Sudah berhari-hari video narasi itu selalu tampil di bagian atas feed youtubeku yang tanpa iklan itu, oh ya kalo kamu mau juga bisa dm ke akun Instagram @payzen.official. Nah entah di hari keberapa aku mulai muak dan akhirnya kekompor juga untuk mengklik tombol play dan mulai menonton Coach Hafidin berujar. Banyak banget kutipannya yang mengundang polemik. Iya sih poligami enggak dilarang selama kewajiban kepada istri tidak diabaikan, tapi kalau sampe bikin kampanye dan dibuat kelas berbayar kan ya enggak lucu juga, walaupun banyak yang ngetawain sih, padahal kan enggak lucu ya?
Pengamatanku 10 tahun terakhir, pegiat poligami dulunya hanya beroperasi di bawah tanah, menggunakan grup-grup tertutup di berbagai media sosial, mereka lakukan screening kepada anggota yang ingin bergabung. Tapi beberapa tahu belakangan ini mereka kok makin berani, udah mulai aktif ya bund? eh, Beh!
Pegiat poligami mulai sering muncul dan berinteraksi di tengah masyarakat, walaupun cuma masyarakat digital sih. Di kehidupan nyata, belum banyak yang cukup berani bersuara seperi Hafidin ini.
Poligami yang dulunya bersifat privat, sekarang dijadikan konsumsi publik lewat kelas-kelas mentor berbayar. Monetisasi isu poligami pun mulai terjadi. Gila! Tapi untuk menunjuk hidung dan mengatakan bahwa mereka salah ya belum etis juga.
Secara marketing, mereka ini sedang berada di bawah, bukan sedang pada grafik terbaik. Mereka sudah mencapainya di tahun-tahun lalu. Covid19 turut menekan bisnis ini, mereka bahkan turut menyebar promo "turun harga" untuk mengikuti kelas ekslusive-nya. Dan harga promonya bukan sekali saja turun, ini bisa kita lihat dari sisi marketing bahwa mereka juga lagi kalang kabut mencari pelanggan, dan marketing mereka juga nggak baik-baik amat, selain kemarin dapet momen durian runtuh masuk Narasi TV dan mendapat atensi nasional.
Kalian juga harus terima kasih sama mbak Najwa loh.
Kembali ke Coach Hafidin, di tayangan video kita akan menemukan beberapa kutipan, salah satunya yang kaya gini nih
"Saya punya optimisme di 2025 itu semarak poligami akan semakin kuat. Kemenangan di Taliban sudah terjadi, ya karena Islam sudah kembali sekarang,"
Sekarang jelasin ke aku, apa korelasi antara kemenangan Taliban dan semangat berpoligami? Ini alasan aja sih, wong sebelum Taliban menang mereka sudah banyak bergerak dari kota ke kota kok, emang aku nggak tau.
Oh ya, ada satu pernyataan yang bikin dongkol dari bapack-bapack ini. Ketika ia bercerita bahwa ia pernah berpoligami tanpa izin kepada istrinya.
"Ngapain izin? Emang istri saya kepala dinas?"
Anda tidak tau saja ya bapack, di belahan bumi lain sana, jangankan kepala dinas, istri itu kebanyakan berposisi sebagai Ibu Negara loh, ya karena mereka melayani suaminya bak Presiden. Atau jangan-jangan, Coach yang satu ini diperlakukan seperti ASN di rumah oleh kepala dinas, maksudnya istrinya, eh.
Ya meskipun dalam pandangan Islam, poligami itu itu hukumnya tidak dianjurkan dan tidak juga dilarang, atau bahasa Pesantrennya "mubah". Dalam Islam, suami punya hak kok untuk poligami, tapi ada catatannya, dalam situasi mendesak. Jadi poligami itu dijadikan sebagai jalan keluar dari kebutuhan yang mendesak, misal istrinya sakit. Tapi ya enggak ujug-ujug langsung poligami. Dalam kasus ini ya sebaiknya diurus dulu sampai sembuh, diusahakan dengan cara-cara yang ada dan layak. Wong Nabi juga mencontohkan seperti itu, kan.
Yang ngeselin adalah, mereka-mereka ini mengkampanyekan berpoligami dengan dalih menjalankan sunnah Nabi. Padahal, kalau kita kembali melihat fakta sejarah, hidup Nabi Muhammad lebih lama bermonogami ketimbang poligami. Beliau tidak menikah lagi selama masa hidup istri pertamanya, sayyidatina Khadijah.
Bahkan Nabi sampai berpesan kepada sayyidina Ali sebagai menantunya agar tidak memoligami istrinya, karena hal itu bisa menyakiti wanita.
Pun alasan Rasul berpoligami itu bukan karena keinginannya, coba cek sejarah, inisiatif itu muncul dari para sahabatnya ketika Rasul bepergian ke daerah yang jauh, mereka simpati karena Rasul enggak ada yang mengurus, atau sekadar menemani, lalu ditawarkanlah untuk menikahi Siti Aisyah.
dan budaya di Arab di zaman itu memang begitu, enggak bisa kita samakan dengan keadaan sekarang.
Selain Siti Aisyah, istri-istri Rasul itu merupakan seorang janda. Dan sifatnya ditawari, atau diberikan, bukan diminta.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pengampanye poligami yang selalu membawa-bawa sunnah Rasul, mengikuti jalan Nabi, dan jualan-jualan berbalut agama lainnya. Padahal yang mereka contoh tidak melakukan hal yang mereka elu-elukan itu. Ini kan namanya melempar kotoran ke muka Nabi.
Kenapa bisa sekasar itu? Ya karena memang kegiatan mereka tidak sama sekali mencerminkan yang Nabi lakukan, tapi mereka selalu menjual nama Nabi dan sunnah-sunnahnya, apa bukan fitnah namanya?
Belum lagi imbasnya adalah mereka yang tidak tahu akan menganggap bahwa yang Nabi lakukan dulu itu seperti yang mereka lakukan sekarang, poligami seenaknya, nikah semaunya, kawin sepuasanya, kan Jancuk!
Di mata awam itu seakan-akan Rasulullah ya seperti itu.
Alasan mereka berpoligami yang jauh sekali dari alasan Nabi berpoligami, tapi hal yang digaungkan adalah berpoligami mengikuti sunnah Rasul. Rasul yang mana?
