Puisi-Puisi Warisan Bapak

Arifur Rahman on Unsplash


Tuanku Bersembunyi

Atas nama darah yang mengucur dari kepala
Dengan jari-jari yang tercecer masuk lobang comberan
Aku tidak hanya datang untuk diriku

Kembalikan milik kami, tuan!
Tanah yang kau curi dengan hati-hati
Cincin yang kau rampas dari jari-jari

Dan kau yang berdiri kaku!
Kau bilang hanya bertanya?

Ya, kau terus mengelak
Mengaku kau sedang bertanya

Tapi kami adalah saksi
Tindakan bejat para keparat

Aku tak pernah setuju menyebut
kau sedang bertanya

Aku lebih sepakat menyebutmu sedang
menghardik, mengusik, meencabik,
dan memperbesar luka

Persetan dengan jari-jari yang berceceran
Atau darah yang membanjiri kota ini
Tapi kau pasti mengerti, tuan
Meski hari ini mati,
Suaraku akan bergema ke santero negeri

Pemalang, Oktober 2021

----

Warisan Bapak

Hari itu bapak mati
ditemani beberapa kawannya

Lalu aku berkunjung ke istana megahmu
Menunjukkan warisan dari bapak
Seperti yang kau tahu
Hanya sebuah pamplet:
"aku dikebiri, kau fakir nurani"
Namun kau tampak menggertak
Menyeret diriku untuk bertemu bapak
dengan bara yang bergejolak

Pemalang, Oktober 2021


Farijihan Putri
Mahasiswa Sastra Indonesia di Universitas Diponegoro. Aktif bergiat di Komunitas Sastra Kidung Pena. Dapat dijumpai di Instagram @jeewins_