Puisi-Puisi Chairil Untuk Wanita-Wanitanya

Gambar oleh Wikipedia

Cangkeman.net - Di hari puisi nasional kemarin, kita tidak pernah bisa lepas dari sosok Chairil Anwar. Bahkan hari puisi nasional yang jatuh pada 26 Juli ini diambil dari hari lahir beliau.

Selain puisi, hal yang paling melekat pada Chairil adalah wanita-wanita yang ada di sekitarnya. Beberapa wanita bahkan pernah disebut dalam puisinya. Berikut adalah puisi-puisi yang menyebut wanita-wanita Chairil.

    Ajakan

    Ida
    Menembus sudah caya
    Udara tebal kabut
    Kaca hitam lumut
    Pecah pencar sekarang
    Di ruang legah lapang
    Mari ria lagi
    Tujuh belas tahun kembali
    Bersepeda sama gandengan
    Kita jalanui ini di jalan

    Ria bahagia
    Tak acuh apa-apa
    Gembira-girang
    Biar hujan datang
    Kita mandi-basahkan diri
    Tahu pasti sebentar kering lagi

    Februari 1943

Ida di sini adalah Ida Nasution yang merupakan seorang esais yang juga bersama Chairil mengelola "Gelanggang" yang merupakan ruang kebudayaan dalam majalah Siasat.

    Hampa
    -Kepada Sri yang Selalu Sangsi

    Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
    Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
    Sampai ke puncak. Sepi memagut,
    Tak satu kuasa melepas renggut

    Segala menanti. Menanti. Menanti.
    Sepi.

    Tambah ini menanti jadi mencekik
    Membera-mencekung punda

    Sampai binasa segala. Belum apa-apa
    Udara bertuba. Setan bertempik
    Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Sri di sini adalah Sri Ayati, dia adalah Penyiar radio Jepang, Jakarta Hoso Kyokam. Sri sendiri tidak menyangka Cahiril membuatkan puisi untuknya, pasalnya Chairil tidak pernah mengatakan cintanya padanya.

    Orang Berdua (Dengan Mirat)

    Kamar ini jadi sarang penghabisan
    di malam yang hilang batas

    Aku dan dia hanya menjengkau
    rakit hitam.

    'Kan terdamparkah
    atau terserah
    pada putaran pitam?

    Matamu ungu membatu
    
    Masih berdekapankah kami atau
    Mengikut juga bayangan itu?

    8 Januari 1946

Mirat atau Sumirat disebut-sebut sebagai wanita yang paling tertambat di hati Chairil. Bahkan Chairil masih membuatkan puisi untuknya di tahun 1949 yang berjudul Mirat Muda, Chairil Muda. Padahal kala itu Cahiril sudah menikah dengan Hapsah.

Sebenarnya masih ada banyak puisi-puisi Chairil yang menyebutkan wanita-wanitanya. Tapi segini aja yang akan aku tulis. Semoga kita semakin bersemangat untuk berpuisi.