Kurban Ayam Itu Enggak Masalah

William Moreland on Unsplash

Cangkeman.net - Dul sedang asyik rokokan dengan di pelataran rumah Gus Lim. Tiba-tiba ada seorang yang tak dikenal datang menghampiri.

"Assalamualaikum...."

"Waalaikumussalam.." Dul menjawab sambil memperhatikan orang yang datang tadi. Dari wajah dan gaya berpakaianya nampaknya ia bukanlah orang sekitar sini.

"Cari siapa yah pak?" Dul melanjutkan.

"Ini pak, rumahnya Gus Lim di mana yah?"

"Oh ini pak, rumahnya. Cuma yang punya rumah lagi ke toko depan sebentar pak."

Karena melihat orang di depanya sepertinya datang dari jauh, maka Dul mempersilahkan tamu tadi untuk duduk di pelataran rumah Gus Lim.

"Maaf pak, kalau boleh tau ada perlu apa yah pak? Kayanya bapak bukan orang sini."

"Iyah saya dari kampung sebelah. Saya dengar Gus Lim itu orang yang sangat bijaksana. Aku mau tanya sesuatu ini pak."

"Wah emang, Gus Lim itu disamping ilmu agamanya tinggi, beliau juga selalu bijaksana dalam menyampaikannya." Jawab Dul, yang memang ternyata adalah murid dari Gus Lim.

Melihat ada kedekatan antara Dul dan Gus Lim, lelaki tadi bertanya kepada Dul, "Maaf mas, sampean muridnya Gus Lim?"

"Oh iyah, saya memang lagi berguru sama Gus Lim di sini."

"Wah kebetulan, kalau begitu saya tanya sampeyan saja mas."

"Memangnya mau tanya apa pak?"

Dengan ragu-ragu, bapak tadi menanyakan kegundahan hatinya, "Ehh begini, niatnya tahun ini saya mau kurban."

"Wah bagus itu."

"Tapi saya enggak mampu beli hewan kurban."

"Waduh jangan dipaksakan Pak, Kurban itu kan sifatnya sunnah. Kalau enggak mampu yah gausah dilakukan."

"Hmmm tapi kan saya enggak mampu beli hewan kurban nih, boleh gak kalau hewan kurbannya aku ganti jadi ayam?"

Mendengar pertanyaan itu, sointak langsung menjawablah si Dul, "Waduh Pak, kurban itu enggak boleh pake ayam. Ga ada syariatnya."

"Waduhh gimana dong? Padahal saya punya ayam cukup besar, saya sih pengen ayam ini dijadiin kurban. Tapi di kampung sebelah, malah saya ditertawain sama tamir masji." Wajah bapak tadi terlihat kecewa.

"Tapi gimana yah pak, syariatnya tidak membolehkan seperti itu."

Di tengah percakapan, tiba-tiba Gus Lim sudah datang.

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumussalam..." Jawab Dul dan Bapak tadi beberengan.

"Eh ada tamu, mari-mari aku buatkan minum dulu." Gus Lim akan menuju ke dalam rumah untuk mempersiapkan minuman.

"Maaf Gus, saya sepertinya enggak bisa lama-lama di sini. Saya cuma mau bertanya suatu persoalan yang pelik." Bapak tadi mulai bicara.

"Bapak ini mau kurban ayam, Gus." Dul mejelaskan terlebih dahulu.

"Iyah Gus, saya itu orang miskin, tapi masa yah sebagai seorang hamba kok enggak memberi persembahan untuk Tuhannya. Masa yang punya uang buat beli kambing, sapi, kerbau, dan unta aja yang dibolehin menunjukkan rasa cintanya ke Tuhan.

Gus Lim hanya tersenyum mendengar perkataan dari bapak tadi.

"Boleh kok, boleh." Ucapan Gus Lim membuat Dul terbengong-bengong.

Benran boleh, Gus?" Tanya bapak tadi.

"Boleh kok, tapi, bapak pas nyembelih itu diniatkan hanya untuk Allah. Terus dagingnya bawa ke rumah. Jangan bawa ke mushola atau masjid, bapak harus makan itu daging sendiri bareng keluarga.

"Wah kok gitu, Gus?"

"Yah biar bapak enggak tersinggung nanti kalau ditolak sama pihak Masjid dan Mushola. Nanti takutnya bapak bergeser niatnya karena tersinggung."

"Ok Gus, siap."

Setelah itu, enggak lama si tamu pergi kembali ke rumahnya untuk berkurban Ayam.

Lalu Dul langsung bertanya ke Gus Lim, ''Gus, kok sampeyan mengubah hukum tentang berqurban?"

"Hukum berkurban? Dirubah? Yang mana?"

"Itu tadi katanya kurban bisa dengan ayam. Emang bisa?"

"Loh enggak bisa dong." Jawab Gus Lim santai.

"Tapi tadi barusan?"

"Ohh itu tadi aku bilang boleh kurban pake Ayam itu diterima itu enggak pake hukum secara umum. Aku cuma lagi pakai pendapatnya Ibnu Abbas di kitab Hasyiyatul Bajuri. Yang bilang kalau yang dimaksud Hewan Ternak itu termasuk ayam. Cuma hanya orang yang benar-benar miskin yang boleh melakukan itu."

"Ohhh jadi boleh yah kurban ayam?"

"Ohhh aku enggak bilang gitu." Ucap Gus Lim masih santai.

"Lah gimana?"

"Tetap dalam pandangan umum itu tidak boleh. Jadi kalau kamu enggak fakir yah jangan pake pendapatnya Ibnu Abbas. Pake yang untuk pandangan umum.

"Kok hukum begini? Bisa mencla-mencle?" Protes Dul.

"Jadi gini, Dul. Ada dua hal yang bebeda namun sering dianggap sama. Yaitu antara hukum dan pandangan hukum."

"Maksudnya gimana, Gus?"

"Hukum itu teksnya, dan sikap hukum itu konteksnya. Kalau kaya tadi itu aku bolehin yah karena emang ga ada larangan berkurban dengan ayam juga kan? Memang benar kalau kita lihat secara syariat yah itu enggak umum. Tapi enggak ada larangan juga sih secara syariat pula. Jadi khusus seperti orang-orang bapak tadi yahh bolehkan sja berkutban dengan ayam.

Dul cuma mendengarkan takhzim.

"Tapi kita harusnya malu sih." Gus Lim kembali bicara.

"Malu kenapa, Gus?"

"Kita yang berkecupan gini kok bangganya minta ampun padahal cuma kurban kambing. Itu juga satu. Padahal kita seharusnya bisa berkurban lebih dari ini. Lihat bapak tadi, walaupun kurbannya Ayam, tapi bisa jadi itu adalah barang mewah satu-satunya yang dimilki."

Mendengar hal itu, Dul hanya manggut-manggut....



*Diambil dari ceramah-ceramah Gus Baha