Inilah Kenapa dr. Lois Banyak Penggemarnya
Entah itu pernyataan sebenarnya atau sarkas, aku juga nggak tau. Tapi setelah dr. Lois terbukti memiliki sedikit "gangguan", apakah itu memengaruhi? Yo bablas aja kebawa angin beritanya.
Menurutku, semua itu bersumber pada hulu yang sama, oposan butuh seseorang yang bisa bicara dengan keras, dari segala sisi, kedokteran misalnya. Ia berani menentang pemerintah via kebijakannya. Tidak peduli nalar dan logika si orang ini bener atau nggak, yang penting mereka punya "toa" yang lantang. Bahkan orang-orang dengan pemikiran yang bagus pun acapkali menjadi downgrade setelah bergerombol bersama dengan orang-orang seperti ini.
Refly Harun misalnya, dia pintar, licin, dan pernah dipegangi banyak jabatan. Namun ketika dia berubah arah, dia rela menjadi pengeras suara seorang Nur Sugik, bahkan jadi pendengung setiap ocehannya. Dan bisa ditebak, orang ini kemudian menjadi pendukung keras Habib Rizieq, bahkan jadi saksi ahlinya.
Kembali ke Dahlan Iskan, dulu dia kan pengin jadi Presiden, tapi gagal. Sewaktu Jokowi resmi jadi calon Presiden, ia secara terbuka menyatakan siap mendampingi Jokowi jadi cawapres. Hal yang sama juga dilakukan Din Sjamsuddin yang rela mendowngrade diri dari orang yang sangat dihormati di Muhammadiyah menjadi politikus setengah matang yang salah pilih kawan.
Banyak orang-orang ingin mengkritik, atau terlihat mengkritik. Tapi kalau mengandalkan toa bodol yang asal bunyi keras itu ya nggak bakal ngefek. Bahkan menjadi bukan dirinya sendiri demi mempertahankan posisi pijakannya sebagai oposan. Ciri khas utamanya adalah menjadikan siapapun pengkritik sebagai temannya, bodo amat dengan dasar keilmuan apa si pengkritik, pokoknya senang aja kalo ada yang bersuara lantang yang bunyinya berlawanan dengan suara pemerintah.
Aku berulang kali ngomong, bahwa Pemerintah tetap harus dikritik, pun juga politikus di sekitarnya.
Dalam hal penanganan pandemi, Jokowi dan jajarannya banyak melakukan kesalahan. Pun juga dengan kepala daerah di bawahnya, banyak yang ngawur. Nggak salah kalau kita kritik, tapi yang waras dong. Lebih bagus pakai argumentasi sendiri, apalagi sesuai kepakaran kita, kalo bisa. Atau ikut mendengungkan pendapat pakar yang "waras". Bukan orang gila, atau (mantan) pakar yang sudah sarat dengan kepentingan politik, itu udah nggak jelas pemikirannya. Ngar-nger!

Posting Komentar