Ustad Lebih Valid Daripada Ilmuan
1
Gambar : |
Cangkeman.net - Disclaimer: ustad/ah yang akan saya tulis yaitu tokoh agama Islam yang sering berdakwah namun lebih mampu menarik emosi dari jamaahnya, membuat lelucon, berjulid-julid ria dengan balutan agama, dan sering memberikan pernyataan-pernyataan mengenai bidang lain yang bukan konsentrasinya.
Dewasa ini mudah banget kita mengakses ilmu pengetahuan terbaru tentang berbagai hal, baik itu kesehatan, agama, politik, seksual, ekonomi dan sebagainya. Tentu kita harus merujuk kepada pakar-pakar yang sudah jelas mempelajari bertahun-tahun, membaca bahkan menuliskan buku-buku terkait bidang-bidang tersebut maka yang diucapkannya dapat dipastikan valid, atau seenggaknya bisa dipertanggung jawabkan. Namun, zaman sekarang begitu mudah kita mendapatkan informasi ilmu baru, hanya perlu smartphone yang dilengkapi paket data, kemudian ketik kata kunci atau topik yang ingin diketahui maka dalam sekejap (jika koneksi gak gangguan loh ya) ratusan bahkan ribuan informasi tersuguhkan di depan mata sehingga kita hanya perlu scroll-scroll layar HP saja. Meski kita dimanjakan dengan kemudahan mengakses informasi ilmu berbagai macam bentuk, tentunya kita harus semakin cerdas dan cermat dalam menerima informasi. Sayangnya, Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim yang begitu mengkultuskan ustad/ah. Gapapa sih, sebenarnya itu bukan hal yang buruk. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika kita mengkultuskan ustad/ah secara berlebihan sehingga menutup mata dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan dan secara nggak langsung ini menjadi sebuah dukungan kepada para ustad/ah untuk semakin PD ngasih fatwa-fatwa mengenai hal-hal yang tidak mereka kuasai.
Contoh.
Lihat saja pada kasus covid-19 semenjak virus masuk Indonesia sampai sekarang. Para tenaga medis kewalahan menangani pasien-pasien yang terus terpapar covid-19, pemerintah sibuk menertibkan masyarakat terkait protokol. Di sisi lain, para ustad/ah ini juga gencar, maksudnya gencar memberikan dakwah yang memprovokasi para jamaah-jamaahnya. Misalnya mengharuskan salat berjamaah di mesjid walaupun covid-19 berlanjut, mereka memberi pemahaman terkait konsep takdir yang nggak tepat, bahkan shaf berjarak pun dikatakan pengikut dajjal. Nggak heran kalau di mata masyarakat validitas yang dimiliki tenaga medis tetap kalah dibanding ocehan para ustad/ah yang gak diketahui keilmuannya pada bidang tersebut.
Terkait kasus dimana ustad/ah yang suka terobos-terobos kayak gini, saya jadi teringat salah satu hadist,
"Jika amanat udah disia-siain, tunggu saja kehancuran terjadi."
Ada sahabat yang nanya tuh, "gimana maksud amanat disia-siain?"
Nabi menjawab,
"Jika urusan diserahin bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."
HR. Imam Bukhari No. 6015.
