Tetaplah Baik, Meski Temanmu Tengik


Cangkeman.net - "Temen kaya gitu mah jangan ditemenin, dia datang pas mau ada perlunya doang." Begitu suatu ketika temanku pernah berkata padaku.

Awalnya aku sepakat dengan perkataan temanku. Tapi kok tak pikir-pikir, rasanya aku tidak cocok dengan hal-hal seperti itu yah?

Menurutku, ketika seseorang mencariku dalam keadaan susah, artinya orang itu percaya padaku. Ia percaya bahwa aku dapat membantunya. Ia rela "menghamba" padaku, memohon dan bahkan sedikit terisak. Ia mungkin sudah ftrustasi, sudah mentok, dan bingung entah harus bagaimana lagi.

Percayalah, enggak semua orang suka ngerepotin orang lain. Bahkan menurutku jumlahnya lebih banyak daripada orang yang suka menyusahkan temannya. Memang tak dapat dipungkiri, sebagian orang mungkin hanya menghubungiku ketika mereka perlu, ketika mereka butuh, lalu hilang entah kemana setelah itu. Tapi itu perkara lain. Itu semua urusan dia dengan dirinya. Bagiku, kalau aku bisa membantu dan mau membantu, yahh bantulah.

Bukan tanpa alasan juga aku mau membantu orang-orang seperti itu. Pasalnya di luar orang-orang seperti itu, ada banyak orang yang sering menghubungi aku. Ia menanyakan kabarku, menawarkan bantuan. Mereka benar-benar peduli kapadaku dan bahkan kerapkali menolongku di saat-saat genting tanpa diminta.

Ada juga memang yang sering menghubungi, ngajak nongkrong dan sesekali berkunjung justru mereka-mereka yang menyebalkan. Mereka yang hanya ingin mengetahui sisi lemahku, mempergunjingkannya dan menurunkan harkatku untuk menaikkan derajatnya di kancah sosial. Tapi sekali lagi, itu urusan dia. Sebagaimanapun dia memperlakukanku, bagiku teman tetaplah teman. Jika ia datang kepadaku dan membutuhkan bantuanku. Jika bisa, jika mau, maka tolonglah.

Aku banyak melihat teman-teman yang begitu hebat. Ada yang sering banget dimanfaatin temannya. Dipinjami uangnya, lalu dighosting secara bertahun-tahun. Tentu saja temanku sedih, bukan karena uangnya, tapi karena ia telah kehilangan satu teman.

Bagi yang tidak pernah merasakan memang mungkin itu berlebihan. Tak lama setelah temanku bercerita tentang kasus ghosting tersebut, aku mengalami hal serupa. Aku meminjamkan uang kepada seorang teman yang begitu dekat. Kita biasa bermain bersama-sama dari dulu. Tapi setelah aku pinjamkan uang, ia menghilang dalam waktu yang lama, ia seperti tak ingin berursan denganku kembali.

Mungkin dia malu bertemu denganku, mungkin dia kikuk karena uang. Jujur saja aku tak ingin hal-hal seperti ini terjadi. Uang bisa dicara, tapi pertemanan kita selama bertahun-tahun lebih berharga dari sekadar recehan yang kuberikan padannya. Aku ingin dia kembali seperti dulu, tanpa harus memikirkan tentang uang atau apapun.

Toh pada akhirnya kadang aku berpikir, aku hanya ingin didatangi teman-temanku ketika mereka butuh saja. Aku ingin menjadi ruang kosong yang luas untuk melapangkan segala pelik kehidupan yang mereka hadapi. Aku lebih memilih itu daripada harus mendengar sorang teman yang menyakiti diri, bunuh diri, frustasi, dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena ketidakmampuan menghadapi ombak kehidupan.

Datanglah padaku jika dirasa aku membantu, bisa dipercaya, dan bisa memberi solusi. Datang saja, nomorku tersebar di sosial mediaku, aku bukan orang yang sulit dihubungi. Kau bahkan bisa leluasa maen ke kosanku. Perihal setelah itu teman-temanku tak ingat lagi, itu tak menjadi soal. Setengik apapun seorang teman, ia pernah berjasa membentuk pribadi diriku.